Selasa, 11 Agustus 2009

Tanya Jawab Seputar Puasa dan Zaakat

1. Rasulullah Menggunakan Hisab Atau Rukyat ?
Apakah hisab ru'yat itu? Manakah yang paling sering digunakan Nabi Muhammad SAW?

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Hisab artinya hitungan sedangkan ru`yat adalah pandangan/penglihatan. Istilah ilmu
hisab maknanya adalah disiplin ilmu untuk menetukan penanggalan berdasrkan
hitungan matematis. Sedangkan ru`yat adalah penetuan jatuhnya awal bulan
qamariyah berdasarkan penghilatan mata atau pengamatan ada tidaknya bulan sabit
(hilal) tanggal satu pada hari terakhir(tanggal 29) bulan qamariyah.
Pengamatan dilakukan pada sore hari menjelang matahari terbenam. Bila di hari itu
nampak hilal, maka dipastikan bahwa esok telah masuk kepada bulan baru atau tanggal
satu. Dan hari itu (tanggal 29) menjadi hari terakhir dari bulan sebelumnya.
Rasulullah SAW dalam beribadah selalu menjalankannya sesuai dengan kehendak Allah. Dan apa yang dikerjakannya itu menjadi dasar hukum Islam yang harus
diikuti oleh umat Islam seluruhnya hingga akhir masa.
Dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Ahda tidak pernah Rasulullah SAW
menentukannya berdasarkan hisab. Bukan karena di zaman itu tidak ada ilmu hisab, tapi
karena memang itulah yang dijadikan ajaran Islam. Pada abad ke-7 dimana Rasulullah
SAW hidup, ilmu hisab sebenarnya sudah ada dan cukup maju.
Dan bila memang mau, tidak ada kesulitan sedikitpun untuk menggunakan ilmu hisab di
zaman itu. Apalagi bangsa arab terkenal sebagai pedangan yang sering melakukan
perjalanan ke berbagai peradaban besar dunia seperti Syam dan Yaman.
Namun belum pernah didapat sekalipun keterangan dimana Rasulullah SAW
memerintahkan untuk mempelajari ilmu hisab ini terutama untuk penentuan awal
bulan.
Karena itu alasan yang pasti mengapa Rasulullah SAW tidak menggunakan hisab
dalam penetuan tanggal adalah karena memang ajaran Islam tidak merekomendir
penggunaan hisab untuk dijadikan penentu penanggalan.
Sebaliknya Rasulullah SAW sejak awal telah mengunakan ru`yatul hilal dan ada sekian
banyak hadits menyebutkan hal itu.Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda
”Puasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu (lebaran) dengan
melihatnya. Apabila tertutup awan, maka genapkanlah bulan sya`ban menjadi 30 hari”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda,”Satu bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kamu puasa kecuali melihat hilal. Namun bila hilal tertutup awan, maka genapkanlah menjadi 30 hari”. (HR.Bukhari)

Karena itu wajar bila semua ulama baik dizakan dahulu maupun di zaman sekarang
semuanya sepakat bahwa dalam menentukan pergantian kalender hijriyah yang berkaitan
dengan masalah jadwal ibadah seperti awal ramadhan, jatuh hari Raya Idul Fithri dan
Idul Adha serta yang lainnya adalah dengan menggunakan ru`yatul hilal.
Hikmah di balik penggunaan ru`yatul hilal tidak lain adalah bahwa agama Islam itu
mudah. Tidak memerlukan teknologi canggih untuk bisa menerapkannya. Juga tidak
membutuhkan perhitungan (hisab) yang njelimet untuk menentukannya. Bahkan seorang arab badui yang tinggal di tengah padang pasir dan jauh dari pusat peradaban
bisa sekalipun bisa melakukannya. Sebaliknya, meski sering dikatakan lebih
ilmiyah, namun metode hisab itu sendiri juga penuh dengan perbedaan. Karena ada
banyak cara atau metode penghitungan yang dikenal. Selain itu juga ada sekian banyak
ketentuan dan sistem yang dipakai oleh masing-masing pelaku hisab. Walhasil, meski
menggunakan ilmu hitung yang paling modern sekalipun, hasilnya tidak selalu sama.
Sehingga bila kita menelusuri leteratur fiqih baik klasik maupun modern, maka kita
hampir tidak mendapati metode hisab dalam penentuan tanggal hijriyah.
Kalaupun hisab itu akan digunakan, maka sifatnya hanya sebagai pengiring atau
pemberi informasi umum tentang dugaan posisi hilal, namun bukan sebagai eksekutor
dimana hanya dengan hisab lalu belum apaapa sudah dipastikan jatuh awal Ramadhan.
Ini jelas tidak bisa diterima dalam Fiqih Islam. Sema orang yang pernah belajar fiqih
apalagi di universitas Islam, pasti tahu hal itu.
Karena itu aneh kiranya bila jabatan Menteri Agama dipegang oleh seorang doktor syariah dari Universitas Ummul Quro Mekkah, tapi
kebijakannya dalam masalah penetapan awalRamadhan masih lebih bertumpu kepada hisab dan bukan ru`yatul hilal. Karena pendapat tentang keabsahan hisab dalam
penetuan awal Ramadhan dan sebagainya adalah pendapat yang asing dan tidak dikenal
dalam wilayah fiqih Islam. Wallahu A`lam Bish-Showab,

Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi WaBarakatuh.

2. Puasa Sya'ban
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Ustadz PKS yang saya hormati, saya pernah mendengar bahwa
Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan sya'ban. sebanyak apakah puasa Rasulullah
SAW di bulan sya'ban ? Bolehkah berpuasa setiap hari dibulan sya'ban ? 'Amalan apa
yang Rasulullah lakukan di bulan rajab dan sya'ban ? Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Assalamu’alikum wr. Wb. Rasulullah saw.
Memang paling banyak puasa Sunnah di bulan Sya’ban, beliau mencontohkan
langsung kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah SAW
menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam
satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit.
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: “Wahai Rasulullah saw, saya tidak
melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw
bersabda:” Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu
bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat
sedang saya dalam kondisi puasa” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)
Namun, ada hadits lain yang melarang puasa Sya’ban jika sudah masuk setengah bulan
menuju Ramadhan. Kecuali yang biasa puasa Senin Kamis. Jadi pada prinsipnya dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tapi
jangan disamakan dengan bulan Ramdhan. wallahualam

3. Puasa terus Menerus

1. Apakah ada tuntunan dari Rosul Saw mengenai berpuasa secara terus menerus
(pada siang hari)dalam rangka menuntut ilmu (di ponpes)? Dan bagaimana hukumnya
berpuasa seperti itu?
2. Begini bagaimana hukumnya membayar zakat dengan uang pemberian orang tua
yang non islam, karena saya belum berpenghasilan?

jawab:
1. Puasa terus menerus setiap hari tanpa berhenti tidak dianjurkan oleh Rasulullah
SAW. Bahkan ketika mendengar ada diantara shahabat yang ingin melakukannya, beliau
mencegahnya dan memberi alternatif untuk puasa seperti nabi Daud as. Yaitu sehari
berpuasa dan sehari tidak. Ini adalah bentuk puasa sunnah yang
maksimal boleh dikerjakan oleh seseorang untuk jangka waktu selamanya. Namun bila
hanya untuk jangka waktu tertentu seperti selama bulan Sya`ban atau bulan-bulan
lainnya, maka boleh saja. Tetapi berpuasa terus menerus seumur hidup
setiap hari, maka hal itu dilarang.Puasalah sehari dan berbukalah sehari itu
adalah puasa nabi Daud as. dan itu adalah puasa (sunnah) yang paling utama”. Aku
berkata,”Aku sanggup lebih dari itu”. Nabi SAW bersabda,”Tidak ada yang lebih utama
dari itu (puasa nabi Daud)”.
Abdullah bin Amar menceritakannya bahwa Rasululah SAW bersabda kepadanya,” ”Shalat
yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud alaihis salam, beliau tidur
setengah malam lalu bangun sepertiganya dan tidur seperenamnya. Dan puasa yang
paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud, beliau puasa sehari dan berbuka sehari.”
2. Membayar zakat fitrah adalah kewajiban setiap muslim. Karena itu anda wajib
membayar zakat itu. Namun karena orang tua anda bukan muslim, maka anda wajib
membayarkan sendiri zakat itu. Masalah bahwa uang berasal dari orang tua anda,
tidak mengapa. Karena uang itu menjadi milik anda begitu diberikannya kepada anda.
Dan anda adalah pemilik uang itu. Orang tua anda memang tidak wajib
membayar zakat buat anda. Tapi memberi uang atau nafkah adalah kewajiban orangtua
anda. Maka begitu anda punya uang, bayarkanlah zakat fitrahnya.Sedangkan zakat mal hanya diwajib dibayarkan oleh mereka yang memiliki harta atau berpenghasilan yang telah melebihi nisabnya. Bila anda belum bekerja dan tidak punya penghasilan alias masih dibiayayai, tidak ada kewajiban zakat mal dari anda.
Wallahu a`lam bis-shawab

4. Puasa Senin Kamis dan Puasa Di Hari Ulang Tahun
Saya sering puasa senin kamis, setelah saya mengaji lagi, sehingga saya mendapatkan,
nas tentang puasa Senin kamis nya nabi. Nabi puasa Senin karena hari kelahiranya,
dan Hari kamis sebagai penyerahan amalnya manusia karena besuk kita akan menuju hari
yang mulia.tolong berikan saya dasar yang jelas
untuk kita melakukan puasa Senin & Kamis. atau bukan senin kamis bagi yang lahir hari
selasa menjadi selasa kamis.

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Ketentuan tentang masyru`iyah puasa senin kamis memang di dasarkan pada hadits yang
didalamnya ada komentar Rasulullah SAW tentang manusabahnya. Yaitu pada hari senin
dan kamis diserahkan amal manusia. “Sesungguhnya amal manusia itu
diperlihatkan/dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni setiap
muslim atau setiap mukimin, kecuali metahajirin. Beliau berkata,”akhir dari
keduanya”. HR. Ahmad dengan sanad shahih.
Rasulullah SAW juga ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab,”Itu hari
kelahiranku dan diturnkan wahyu”. HR.Muslim dan Ahmad.
Meski disebutkan kaitannya dengan hari lahir Rasulullah SAW dan turunnya wahyu, namun
dalam konteks syariah, telah menjadi puasa sunnah buat seluruh umat Islam. Dan tidak
dikaitkan dengan hari lahir masing-masing. Sedangkan berpuasa pada hari kelahiran
tidak disunnahkan dalam Islam dan hadits ini tidak bisa dijadikan dalil masyru`iyahnya. Para ulama pun tidak ada yang menjadikan
hadits ini sebagai dasar dari disunnahkannya puasa di hari ulang tahun kelahiran.
Wallahu a`lam bis-shawab. Waassalamu
`alaikum Wr. Wb.

UPAYA MELURUSKAN AQIDAH DAN MANHAJ UMMAT

PERKARA-PERKARA YANG MERUSAK AMAL

1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.
Wahai orang Muslim, wahai hamba Allah!
Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan
kafir atau musyrik atau murtad, maka segala
amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk
mendekatkan diri kepada Allah, seperti
shadaqah, silaturrahim, berbuat baik kepada
tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara
syarat taqarrub adalah mengetahui siapa
yang didekati. Sementara itu orang kafir
tidak begitu. Maka secara spontan amalnya
menjadi rusak dan sia-sia.
Allah berfirman: “Barangsiapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di
dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya” [Al-Baqarah: 217].
“Barang siapa yang kafir sesudah beriman
(tidak menerima hukum-hukum Islam),
maka hapuslah amalannya dan ia pada
akhirat termasuk orang-orang yang merugi.”
[Al-Maidah: 5].
“Dan sesunggunya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan
(Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi’.” [Az-Zumar: 65].
Allah juga berfirman, mengabarkan tentang
keadaan semua rasul: “Seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah
dari mereka amalan yang telah mereka
kerjakan.” [Al-An’am: 88].
Dan juga sabda Rasulullah r: “Apabila Allah
sudah mengumpulkan orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang kemudian
untuk satu hari dan tiada keraguan di
dalamnya, maka ada penyeru yang berseru:
‘Barangsiapa telah menyekutukan seseorang
dalam suatu amalan yang mestinya
dikerjakan karena Allah, lalu dia minta
pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah
adalah yang paling tidak membutuhkan
untuk dipersekutukan’.” [HR. At-Tirmidzi
3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215,
Ibnu Hibban 7301, hasan].
2. Riya’.
Celaan terhadap riya’ telah disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah:
“... seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya’ kepada manusia dan
dia tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu yang licin dan diatasnya ada
tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih
(tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai
sesuatu apapun dari apa yang mereka
usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang kafir.” [ Al-Baqarah:
264].
Rasullullah r bersabda: “Sesungguhnya yang
aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah
syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada
hari kiamat, tatkala memberikan balasan
terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah
kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat
riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah kamu
mendapatkan balasan bagi mereka?” [HR.
Ahmad 5/428, 429, shahih].
Maka dari itu jauhilah riya’, karena ia
merupakan bencana amat jahat, yang bisa
menggugurkan amal dan menjadikannya
sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang
riya’ adalah pertama kali menjadi santapan
neraka, karena mereka telah menikmati
hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak
ada yang menyisa di akhirat.
Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan
amal kami yang riya’ teguhkanlah kami
pada jalan-Mu yang lurus, agar datang
keyakinan kepada kami.
3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan
Menyakiti Orang Yang Diberi.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu menghilangkan
(pahala) shadaqahmu dengan menyebutnyebutnya
dan menyakiti (perasaan si
penerima).” [Al-Baqarah: 264].
Ketahuilah wahai hamba Allah! Jika engkau
menshadaqahkan harta karena mengharap
balasan dari orang yang engkau beri, maka
engkau tidak akan mendapatkan keridhaan
Allah. Begitu pula jika engkau
menshadaqahkannya karena terpaksa dan
menyebut-nyebut pemberianmu kepada
orang lain.
Rasulullah r bersabda: “Tiga orang, Allah
tidak menerima ibadah yang wajib dan yang
sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka
kepada orang tua, menyebut-nyebut
shadaqah dan mendustakan takdir.” [HR.
Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany
7547, hasan].
Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Kebaikan
yang paling baik, pada setiap waktu adalah
perbuatan yang tidak dilanjuti dengan
menyebut-nyebutnya.”
Allah berfirman: “Perkataan baik dan
pemberian maaf lebih baik dari shadaqah
yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” [Al-
Baqarah: 263].
4. Mendustakan Takdir.
Ketahuilah wahai orang Mukmin, iman
seorang hamba tidak dianggap sah kecuali
dia beriman kepada takdir Allah, baik
maupun buruk.Semua ketentuan sudah
ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya
diketahui Allah semata, sebelum suatu
peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum
Dia menciptakan alam.Mendustakannya
dapat membatalkan dan merusak amal
seseorang.
Rasulullah r bersabda: “Tiga orang, Allah
tidak menerima ibadah yang wajib dan yang
sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka
kepada orang tua, menyebut-nyebut
shadaqah dan mendustakan takdir.”
Dan sabda beliau yang lain: “Andaikata Allah
mengadzab semua penghuni langit dan
bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap
mereka. Dan, andaikata Allah merahmati
mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi
mereka dari amal-amal mereka. Andaikata
engkau membelanjakan emas seperti
gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak
akan menerima amalmu sehingga engkau
beriman kepada takdir, dan engkau tahu
bahwa bencana yang menimpamu, dan apa
yang membuatmu salah bukan untuk
menimpakan bencana kepadamu. Andaikata
engkau mati tidak seperti ini, maka engkau
akan masuk neraka.” [HR. Abu Daud 4699,
Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189,
shahih].
5. Meninggalkan Shalat Ashar.
Allah memperingatkan manusia agar tidak
meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar)
karena dilalaikan harta, keluarga atau
keduniaan. Allah mengkhususkan bagi
pelakunya dengan ancaman keras,
khususnya shalat ashar. Firman-Nya: “Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang yang lalai dari shalatnya.” [Al-
Ma’un: 4-5].
Rasulullah r bersabda: “Orang yang tidak
mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia
ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan
hartanya.” [HR. Al-Bukhari 2/30, Muslim
626]
Dari Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah
bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata, “Kami
bersama Buraidah dalam suatu perperangan
pada suatu hari yang mendung. Lalu ia
berkata, ‘Segeralah melaksanakan shalat
ashar, karena Nabi r pernah berkata:
“Barangsiapa meninggalkan shalat ashar,
maka amalnya telah lenyap.” [HR. Al-
Bukhari 2/31, 66].
6. Bersumpah Bahwa Allah Tidak
Mengampuni Seseorang
Dari Jundab t sesungguhnya Rasulullah r
mengisahkan tentang seorang laki-laki yang
berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan
mengampuni Fulan. Padahal Allah telah
berfirman, ‘Siapa yang bersumpah kepada-
Ku, bahwa aku tidak mengampuni Fulan,
maka aku mengampuni Fulan itu dan
menyia-nyiakan amalnya (orang yang
bersumpah).” [HR. Muslim 16/174].
Ketahuilah, bahwa memutuskan manusia
dari rahmat Allah merupakan sebab
bertambahnya kedurhakaan orang yang
durhaka. Karena dia(orang yang durhaka)
merasa yakin, pintu rahmat Ilahi sudah
ditutup di hadapannya, sehingga dia
semakin menyimpang jauh dan durhaka,
hanya karena dia hendak memuaskan
nafsunya. Allah akan mengadzabnya dengan
adzab yang tidak diberikan kepada orang
lain.
Bukankah sudah selayaknya jika Allah
menghapus pahala amal orang yang
menutup pintu kebaikan dan membuka pintu
keburukan, sebagai balasan yang setimpal
baginya?
7. Mempersulit Rasulullah, dengan
Perkataan maupun Perbuatan.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara
keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain
supaya tidak menghapus (pahala)
amalanmu, sedang kamu tidak
menyadarinya.” [Al-Hujurat: 2].
Dari Anas bin Malik t, tatkala ayat ini turun
maka Tsabit bin Qais di rumahnya, seraya
berkata, “Pahala amalku telah terhapus, dan
aku termasuk penghuni neraka.” Dia juga
menghindari Nabi r. Lalu beliau bertanya
kepada Sa’d bin Mu’adz, “Wahai Abu Amr,
mengapa Tsabit mengeluh?”
Sa’d menjawab, “Dia sedang menyendiri
dan saya tidak tahu kalau dia sedang
mengeluh.”
Lalu Sa’d mendatangi Tsabit dan
mengabarkan apa yang dikatakan
Rasulullah. Maka Tsabit berkata, “Ayat ini
telah turun, sedang engkau sekalian tahu
bahwa aku adalah orang yang paling keras
suaranya di hadapan Rasulullah. Berarti aku
termasuk penghuni neraka.”
Sa’d menyampaikan hal ini kepada beliau,
lalu beliau berkata, “Bahwa dia termasuk
penghuni surga.” [HR. Al-Bukhari 6/260,
Muslim 2/133-134].
Dengan hadits ini jelaslah bahwa
mengeraskan suara yang dapat menghapus
pahala amal adalah suara yang menggangu
Rasulullah, menentang perintah beliau, tidak
taat dan tidak mengikuti beliau, baik
perkataan maupun perbuatan.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman taatlah kepada Allah dan Rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amalamalmu.
” [Muhammad: 33].
8. Melakukan Bid’ah Dalam Agama.
Melakukan bid’ah akan mengugurkan amal
dan menghapus pahala. Dalam hal ini
Rasulullah r bersabda: “Barangsiapa yang
menciptakan sesuatu yang baru dalam
agama kami ini yang tidak termasuk bagian
darinya, maka ia tertolak.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Barangsiapa
yang melakukan suatu amalan yang tidak
termasuk agama kami, maka ia tertolak.”
[HR. Al-Bukhari 5/301, Muslim 12/16].
9. Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan
Allah Secara Sembunyi-Sembunyi.
Dari Tsauban t, dari Nabi r, beliau bersabda:
“Benar-benar akan kuberitahukan tentang
orang-orang dari umatku yang datang pada
hari kiamat dengan membawa beberapa
kebaikan seperti gunung Tihamah yang
berwarna putih, lalu Allah menjadikan
kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang
berhamburan”. Tsauban berkata, “Wahai
Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka
kepada kami dan jelaskan kepada kami,
agar kami tidak termasuk di antara mereka,
sedang kami tidak mengetahuinya”. Beliau
bersabda: “Sesungguhnya mereka itu juga
saudara dan dari jenismu. Mereka shalat
malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya
saja mereka adalah orang-orang yang
apabila berada sendirian dengan hal-hal
yang diharamkan Allah maka, mereka
melanggarnya.” [HR. Ibnu Majah 4245,
shahih].
10. Merasa Gembira Jika Ada Orang
Mukmin Terbunuh.
Darah orang Muslim itu dilindungi. Maka
seseorang tidak boleh menumpahkan
darahnya menurut hak Islam.
Rasulullah r bersabda: “Barangsiapa
membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa
senang terhadap pembunuhannya itu, maka
Allah tidak akan menerima ibadah yang
wajib dan yang sunat darinya.” [HR. Abu
Daud 4270, shahih].
11. Menetap Bersama Orang-Orang
Musyrik Di Wilayah Perperangan.
Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari
kakeknya, dia berkata: “Aku berkata, ‘wahai
Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu
sehingga aku menjalin persahabatan lebih
banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah
sekarang aku tidak boleh mendatangimu
dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya
aku dulu adalah orang yang tidak pernah
melalaikan sesuatu pun kecuali apa yang
diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku,
dan sesungguhnya aku ingin bertanya atas
ridha Allah, dengan apa Rabb-mu
mengutusmu kepada kami?”
Beliau menjawab, “Dengan Islam.”
“Apakah tanda-tanda Islam itu?”, Dia
bertanya.
Beliau menjawab, “Hendaklah engkau
mengucapkan: ‘Aku berserah diri kepada
Allah’, hendaklah engkau bergantung
kepada-Nya, mendirikan shalat dan
mengeluarkan zakat. Setiap orang Muslim
atas orang Muslim lainnya adalah haram
(menyakiti), keduanya adalah saudara dan
saling menolong. Allah tidak akan
menerima suatu amalan dari orang
Muslim setelah dia masuk Islam,
sehingga dia meninggalkan orang-orang
kafir untuk bergabung dengan
orang-orang Muslim.” [HR. An-Nasa’i
5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad 5/
4-5, hasan].
12. Mendatangi Dukun dan Peramal.
Beliau r mengancam orang-orang yang
mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu
meminta sesuatu kepadanya, bahwa
shalatnya tidak akan diterima selama empat
puluh hari. Beliau bersabda: “Barangsiapa
mendatangi peramal lalu bertanya tentang
sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak
akan diterima selama empat puluh hari.”
[HR. Muslim 14/227].
Ancaman ini diperuntukkan bagi orang yang
mendatangi dukun dan menanyakan

Percetakan RISTIA Karya.

Koleksi Photo Kebesaran Allah SWT










Silaturrahim

Silaturrahim – Syaikh 1 Khalid ar-Rasyid

Oleh :
Syaikh Khâlid ar-Râsyid



Buku Ini Dipersembahkan Untuk
· Orang yang sedang bersilaturrahim baik tahu atau tidak tahu
bahwa silaturrahim adalah ibadah dan menyambung kerabat.
· Ditujukan kepada hati yang rindu bertemu dengan kerabat dan
orang dekat karena beberapa sebab sehingga tidak bisa berkunjung
… Semoga bisa bersabar.
· Orang yang tidak bisa bertemu dengan kerabat dan sanak keluarga
serta meninggalkan mereka karena terpaksa sementara rasa hati
ingin bertemu dan selalu bersama … Semoga diterima udzurnya.
· Orang-orang yang tidak ingin bersilaturrahim karena berhati keras
atau tidak mau merenungkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa
Ta'ala atau tidak mengerti tentang sun-nah Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam… Nasihat dan manfaat.
Khalid Rasyid
Silaturrahim – Syaikh 3 Khalid ar-Rasyid
SILATURRAHIM
ahim secara bahasa berarti rahmah yaitu lembut dan
kasih sayang. Tarahamal qaumu artinya saling berkasih
sayang.
Imam Al-Azhary berkata yang dimaksud dengan firman Allah:
"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (Al-
Anbiya': 107) adalah kasih sayang.
Tarahhama 'alaihi berarti mendoakan seseorang agar
mendapatkan rahmat, istarhama berarti memohon-kan rahmat.
Rajulun rahumun (orang laki-laki yang penyayang) dan
imra'atun rahumun (perempuan yang penyayang). Ar-Rahmah fi
bani adam, berarti kelem-butan dan kebaikan hati.
Seseorang dikatakan dekat dengan kerabat apabila dia telah
memiliki kasih sayang dan kebaikan sehingga menjadi betapa
baik dan sayang. Abu Ishaq berkata: Dikatakan paling dekat
rahimnya yaitu orang yang paling dekat kasih sayangnya dan
paling dekat hubung-an kerabatnya.
Ar-ruhmu dan ar-ruhumu secara bahasa adalah ka-sihan dan
simpati. Allah menyebut hujan dengan nama rahmat. Ibnu
Sayyidih berkata bahwa yang dimaksud dengan ar-rahim dan
R
Silaturrahim – Syaikh 4 Khalid ar-Rasyid
ar-rihimu adalah rumah tempat tumbuhnya anak, dan jamaknya
arhaam.
Al-Jauhary berkata ar-rahim berarti kerabat. Imam Ibnu Atsir
berkata bahwa dzu rahim adalah orang-orang yang memiliki
hubungan kerabat yaitu setiap orang yang memiliki hubungan
nasab dengan anda.
Imam Al-Azhary berkata ar-rahim adalah hubung-an dekat
antara bapak dan anaknya dengan kasih sayang yang sangat
dekat.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim."
(An-Nisa': 1)
Orang Arab mengatakan: " Saya ingatkan engkau dengan takut
kepada Allah dan hubungan silatur-rahim".
Silaturrahim – Syaikh 5 Khalid ar-Rasyid
KATA PENGANTAR
llah Subhanahu wa Ta'ala telah menganugerahi umat ini
dengan mengutus nabi dari kalangan mereka sendiri
dan menurunkan Al-Qur'an dengan bahasa mereka.
Allah berfirman:
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang
rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin".
(At-Taubah: 128)
Dan firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-
Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu
mema-haminya". (Yusuf: 2)
Kitab suci Al-Qur'an diturunkan bukan hanya sekadar untuk
diambil berkahnya dan dibaca, atau hanya menetapkan masalah
tauhid dan aqidah saja, atau menetapkan syari'at saja, akan
tetapi Al-Qur'an datang juga untuk mendidik umat serta agar
membentuk masyarakat dan negara.
Sesungguhnya Islam memiliki manhaj tersendiri yaitu manhaj
Robbani dan Islam sangat memperhatikan masalah ikatan
A
Silaturrahim – Syaikh 6 Khalid ar-Rasyid
keluarga setelah menjadikan ikatan utama yaitu ikatan aqidah
sebagai landasan hubungan. Keterikatan dengan keluarga yang
saling melindungi termasuk aturan agama Islam serta
merupakan fitrah di dalam jiwa kemanusiaan, dan Islam
mendorong serta membina kuatnya hubungan kerabat kepada
tahapan yang lebih baik. Selagi hubungan keluarga menjadi
sarana untuk kepentingan dan kemaslahatan Islam, maka
hubungan kerabat tersebut termasuk sebagai usaha untuk
membentuk masyarakat Islam.
Dan ciri utama orang mukmin dalam beragama adalah selalu
dibuktikan dengan amalan dan perbuatan bukan hanya sekedar
ucapan dan pengakuan. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling
berpesan untuk berkasih sayang". (Al-Balad: 17)
Kata al-marhamah lebih dalam dari pada rahmah, yang berarti
saling berkasih sayang antara sesama orang-orang yang
beriman dan berwasiat agar mereka selalu berkasih sayang
antar sesama mukmin dan bahkan wasiat tersebut dijadikan
sebagai kewajiban bermasyara-kat serta tolong menolong untuk
menegakkan wasiat tersebut di tengah-tengah masyarakat. Dan
biasanya lingkungan yang paling tepat dan sangat subur untuk
menumbuhkan wasiat tersebut adalah hubungan kerabat
sehingga Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjadikan hubungan kerabat sebagai sasaran utama
dalam berwasiat untuk saling berkasih sayang.
Silaturrahim – Syaikh 7 Khalid ar-Rasyid
Menyambung hubungan kerabat adalah wajib dan
memutuskannya merupakan dosa besar.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang secara
sadar menghalalkan pemutusan hubungan kera-bat tanpa sebab
atau ada subhat sedangkan dia tahu bahwa memutuskan
hubungan kerabat adalah haram, maka dia kafir, kekal di
Neraka dan tidak akan masuk Surga selama-lamanya."
Menyambung silaturrahim mempunyai beberapa tingkatan dan
yang paling rendah adalah menyambung kembali hubungan
yang telah putus dengan berbicara atau hanya sekedar
mengucapkan salam supaya tidak masuk ke dalam pemutusan
hubungan kerabat. Jika seseorang menyambung sebagian
hubungan kerabat tapi tidak sampai seluruhnya, maka dia tidak
bisa dikatakan memutus hubungan kerabat. Tetapi jika kurang
dari kewajaran yang semestinya dari silaturrahim, maka belum
bisa seseorang disebut menyambung .
Para ulama berbeda pendapat tentang kerabat yang wajib
disambung hubungan silaturrahimnya, sebagian mereka
berpendapat bahwa setiap orang yang ada hubungan mahram,
sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa setiap orang yang
ada hubungan kerabat dengan kita baik berupa hubungan
mahram atau yang lainnya, seperti anak perempuan paman atau
bibi. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tentang penduduk Mesir:
Silaturrahim – Syaikh 8 Khalid ar-Rasyid
"Sesungguhnya bagi mereka ada hak perlindungan dan
kekerabatan". (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda:
"Sesungguhnya kebaikan yang terbaik adalah sese-orang bisa
menyambung hubungan kerabat dengan teman bapaknya".
(Shahihul Jami', Al-Albani)
Padahal mereka yang disebutkan dalam hadits di atas tidak
memiliki hubungan nasab sama sekali. Berarti hadits di atas
mempunyai makna yang sangat luas yaitu kewajiban berkasih
sayang dan menaruh perhatian kepada sesama umat Islam dan
ini sesuai dengan tun-tutan ajaran dan kenyataan.
Silaturrahim – Syaikh 9 Khalid ar-Rasyid
KITABULLAH DAN SILATURRAHIM
llah Ta'ala berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling
memin-ta satu sama lain, dan peliharalah
hubungan silaturrahim." (An-Nisa': 1).
Keluarga adalah pondasi utama terbangunnya se-buah
lingkungan masyarakat. Dan perekat pertama hubungan antar
manusia adalah perekat hubungan yang bernilai rububiyah yang
merupakan perekat hubungan yang paling dasar. Allah memuji
hubungan manusia karena ikatan kekerabatan. Maka
bertakwalah kepada Allah yang kamu saling berjanji dan
berikrar dengan keagungan nama-Nya, kamu saling meminta
satu sama lain dengan kebesaran nama-Nya dan kamu saling
bersumpah satu sama lain dengan nama-Nya. Tumbuh-kanlah
nilai takwa di antara kalian agar hubungan kerabat tetap
bersambung dan langgeng. Hubungan kerabat adalah hubungan
yang sangat penting setelah hubungan rububiyah dan perasaan
takut kepada Allah. Kemudian, takut untuk memutuskan
silaturrahim, selalu memperhatikan hak-haknya, menjaga
kelestarian hu-bungan jangan sampai menghancurkan dan
menganiaya kemesraannya, jangan sekali-kali mencoba
A
Silaturrahim – Syaikh 10 Khalid ar-Rasyid
mengusik dan menyentuh keutuhannya. Berusahalah untuk
selalu dekat, cinta, hormat dan memuliakan silaturrahim.
Jadikanlah kerinduan dan keteduhan hidup anda di bawah
naungan dan kemesraan silaturrahim, Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu". (An-Nisa': 1)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan
mereka takut kepada Tuhannya". (Ar-Ra'd: 21)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar kita
menyambung hubungan baik dengan orang faqir, hubungan baik
dengan tetangga dan hubungan baik dengan kerabat dan sanak
famili.
Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh
Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan
hancur berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat,
kekacauan terjadi di mana-mana dan gejala sifat egoisme dan
mau menang sendiri akan timbul dalam kehidupan sosial.
Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa
petunjuk, seorang tetangga tidak tahu hak bertetangga, seorang
faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian dan
hubungan kerabat berantakan, sehingga kehidupan manusia
berubah menjadi kehidupan hewani serba tidak berharga.
Silaturrahim – Syaikh 11 Khalid ar-Rasyid
Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang senang diluaskan rizkinya dan
ditunda umurnya, maka hendaklah bersilaturrahim".
(Muttafaq 'alaih).

BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA
MERUPAKAN SILATURRAHIM YANG PALING
UTAMA

Bersilaturrahim dan berbuat baik kepada orang tua
merupakan ajaran yang menjadi ketetapan Kitabullah
Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)
Wa Qadha Rabbuka berarti suatu perintah yang lazim tidak bisa
ditawar-tawar lagi dan Alla Ta'budu Illa Iyahu berarti perintah
ibadah yang bersifat individu.
Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat
baik kepada orang tua menunjukkan betapa mulianya
kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada
orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri orang tua dengan suka rela mau mengorbankan
segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anakanaknya
dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan
sempurna dari kedua orang tuanya.

Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang
tuanya dan tatkala menginjak masa tua mereka pun tetap
berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa
cepat seorang anak melalai-kan semua jasa-jasa orang tuanya,
hanya disibukkan dengan isteri dan anak sehingga para bapak
tidak perlu lagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang
anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajiban
mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya
dengan berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta
mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan
kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih.
Maka berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi keputusan
mutlak dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua
setelah beribadah kepada Allah.
"Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliha-raanmu". (Al-Isra': 23)
Kibar atau kibarul sin artinya berusia lanjut, umur sudah mulai
menua, punggung sudah mulai membung-kuk dan kulit sudah
mulai keriput. 'Indaka yang berarti pemeliharaan yaitu suatu
kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan
berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya.
Allah Ta'ala berfirman:

"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka". (Al-Isra': 23)
Seakan-akan Allah berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada
orang tua! Dengan demikian ayat tersebut mengajarkan sikap
sopan agar seorang anak tidak menunjukkan sikap kasar serta
menyakitkan hati atau merendahkan kedua orang tua.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia".
Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak
untuk selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua
orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih sayang".
Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut
direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri
dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya diperintahkan
kepada kedua orang tua, seba-gai pengakuan tulus atas
kebaikan dan jasa-jasanya.
Allah Ta'ala berfirman:

"Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil". (Al-Isra': 24)
Penyebutan kondisi masa kecil yang lemah yang membutuhkan
perawatan dari kedua orang tua meng-ingatkan kepada kondisi
yang sama yang sedang dialami orang tua tatkala menginjak
lanjut usia yang selalu membutuhkan kasih sayang dan
perawatan semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa
memberi belas-kasih kepada mereka berdua sebagai pengakuan
atas kekurangan dalam memberi kasihsayang secara sem-purna
dan hanya Allahlah yang bisa memberi kasih-sayang atau
perawatan yang sangat sempurna serta hanya Dialah yang
mampu membalas semua kebaikan dengan sempurna yang
tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.
Bukti kasihsayang Allah banyak sekali yang tampak pada
makhluk lain. Suatu contoh cahaya mata-hari yang menyinari
alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui proses paruparu,
air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman
dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara
fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah Rabb semesta
alam.
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan selalu tahu
kedudukan serta kemuliaan orang tua, dia merasakan tatkala
mencium tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia bersujud
dengan ruh dan perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah,
Silaturrahim – Syaikh 16 Khalid ar-Rasyid
dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu
rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan
dan penghormatan kepada kedua orang tua. Allah Ta'la
berfirman:
"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu-bapaknya . Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya".
(Al-Ankabut: 8).
Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang
tidak terhingga dan kasih sayang yang besar sepanjang masa
sehingga tidak aneh bila hak-haknya juga besar.
Seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara
orang tua walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama,
keduanya berhak untuk diberi kebaik-an dan pemeliharaan
bukan mentaati dan mengikuti kesyrikan atau agamanya. Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun." (Luqman : 14)

Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk
seorang anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di
dalam Al-Qur'an dan wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam
dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk berbuat baik
terhadap anaknya kecuali sedikit.
Karena kebaikan dan pengorbanan orang tua beru-pa jiwa, raga
dan kekuatan yang tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan
meminta balasan dari anaknya, secara fitrah(naluri) sudah
cukup sebagai pendorong kedua orang tua untuk bersikap
demikian tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun anak harus
selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa ingat akan
jasa-jasa orang yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan
raga serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan
mendidiknya. Apalagi seorang ibu selama mengandung
mengalami banyak beban berat sebagaimana firman Allah Ta'ala
(ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam
membesarkan dan mengasuh anaknya, dan penderitaan di saat
hamil tidak ada yang bisa merasakan payahnya kecuali kaum
ibu juga.
Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya
bahwa ada seorang lelaki yang sedang thawaf sambil
menggendong ibunya, lalu dia bertanya kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam: " Apakah dengan ini saya sudah menunaikan
Silaturrahim – Syaikh 18 Khalid ar-Rasyid
haknya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Belum!
Walaupun se-cuil".
Dari Al-Miqdam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada
ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwa-siat agar berbuat baik
kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat
kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu".
(Dishahih-kan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)
Anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua, kasih
sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya.
Dari 'Aqra' bin Habis sesungguhnya dia melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mencium Hasan, lalu dia berkata:
"Sesung-guhnya saya mempunyai sepuluh orang anak dan saya
tidak pernah mencium seorangpun di antara mereka. Beliau
bersabda:
"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak
akan disayang". (Muttafaq 'alaih)
Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah ditanya tentang masalah
sikapnya terhadap anak, maka beliau menjawab: Anak adalah

buah hati, belahan jiwa dan tulang punggung, kita rela terhina
bagaikan bumi rela diinjak demi mereka dan bagaikan langit
yang siap menaungi hidup mereka dan kita siap menjadi senjata
pelindung bagi mereka dalam menghadapi marabahaya. Jika
mereka minta sesuatu kabulkanlah dan bila marah cari sesuatu
yang menye-nangkan hatinya, maka mereka akan membalas
kasih sayangmu dan berterimakasih atas setiap pemberian-mu.
Janganlah kalian merasa berat dan terbebani oleh anakmu,
sebab mereka akan mengacuhkan hidupmu dan menghendaki
kematianmu serta segan mendekati-mu.
Apabila seorang anak di mata orang tua keduduk-annya seperti
itu, seharusnya anak menempatkan posisi orang tua tidak
kurang dari itu dalam menghormati dan memuliakan orang tua
mereka sebagai bukti balas budi dan pengakuan terhadap
kebaikan yang telah didapat dari orang tua. Di samping tetap
melestarikan kewajiban silaturrahim kepada mereka berdua
sesuai ketentuan Kitabullah.
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Tiga macam doa yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk
anaknya, doa orang musafir dan doa orang yang teraniaya".
(Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani).

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
meminta izin untuk ikut serta berjihad, maka beliau shallallahu
'alaihi wasallam bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih
hidup? Dia berkata: "Ya, masih hidup". Beliau bersabda: "Maka
berjihadlah dalam (menjaga) keduanya".
Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Maukah kalian aku ceritakan tentang
dosa yang paling besar?" Kami menjawab: "Ya wahai Rasulullah".
Beliau bersabda:
"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua."
Beliau waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda:
"Ketahuilah, dan perkataan dusta". (Shahihul Jami')
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Apakah amal yang paling
dicintai Allah? Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya." Saya
bertanya: "Lalu apalagi?" Beliau bersabda: "Berbuat baik kepada
orang tua". Saya bertanya: "Kemudian apalagi?" Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da: "Jihad di jalan Allah".
(Muttafaq 'alaih)

Dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata:
Wahai Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai harta dan
anak, dan bapak saya meng-inginkan hartaku. Maka beliau
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).
Dan petunjuk birrul walidain yang terbaik adalah sikap yang
telah ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus shalatu wa salam
sebagai simbol anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.
Nabi Ismail 'alaihi salam berkata dan ucapannya diabadi-kan
dalam firman Allah Ta'ala:
"Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
bersabar". (Ash-Shafaat: 102).
Nabi Nuh 'alaihi salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan
dalam firman Allah Ta'ala:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang
yang masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh:
28)
Nabi Isa 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam
firman-Nya:

"Dan berbakti kepada ibuku". (Maryam: 32)
Nabi Yahya 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala demikian
yang disebutkan dalam firman Allah:
"Dan banyak berbakti kepada kedua orang
tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi
durhaka". (Maryam: 14)
Betapa indahnya bila seorang muslim bisa mencontoh dan
mengikuti jejak para nabi.

WAHAI ANAK-ANAKKU
wahai anakku siang malam sepanjang umurku, aku
korbankan untukmu agar kalian berbahagia, kedua
orang tuamu letih dan menderita serta hati gundah
bila engkau sedang sakit dan wajahmu pucat. Anakku tercin-ta.
Itulah kalimat yang sering diulang-ulang oleh seorang ibu atau
bapak. Wahai seorang anak ingatlah jasa kedua orang tuamu
yang besar tatkala engkau masih berada dalam kandungan, di
saat kau masih bayi dan setelah kau menginjak remaja hingga
engkau menjadi orang dewasa.
Sekarang tiba saatnya kedua orang tuamu membutuh-kan kasih
sayang dan perhatian darimu. Sementara engkau hanya sibuk
mengurusi isteri dan anak-anakmu hingga orang tuamu engkau
abaikan, padahal orang arab jahiliyah dulu menganggap aib dan
harga diri jatuh jika ada seorang anak yang durhaka kepada
kedua orang tuanya.
Peribahasa-peribahasa Arab menceritakannya, menuduhnya
dengan gambaran yang sangat jelek sekali bahkan memberinya
julukan dengan julukan-julukan yang sangat keji. Akan tetapi
kita membaca banyak cerita di zaman sekarang tentang cerita
anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.


Abu Ubaidah At-Taimy dalam kitabnya, Al-'Aqaqah wal Bararah
menuturkan beberapa contoh orang-orang yang berbuat baik
kepada kedua orang tuanya dan beberapa contoh orang-orang
yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Seorang dari bani
Qurai' bernama Murrah bin Khattab bin Abdullah bin Hamzah
pernah mengejek dan terkadang memukul orang tuanya, sehingga
bapaknya berkata:
Saya besarkan dia tatkala dia masih kecil
bagaikan anak burung yang baru lahir yang masih
lemah tulang-belulangnya.
Induknya yang menyuapi makan sampai melihat
anaknya sudah mulai berkulit sempurna.
Dan contoh lain yang durhaka kepada orang tua-nya adalah
putra Umi Tsawab Al-Hazaniyah, dia durhaka kepada ibunya
karena isterinya selalu menghalangi untuk berbuat baik kepada
ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan kepedihan hati dalam
sebuah syair:
Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala masih
seper-ti anak burung, sementara induknya yang
menyuapi makanan dan melihat kulitnya yang
masih baru tumbuh.
Setelah dewasa dia merobek pakaianku dan memukul
badanku, apakah setelah masa tuaku aku
harus mengajari etika dan adab.

Dan juga Yahya bin Yahya bin Said, suatu ketika dia pernah
menyusahkan bapaknya lalu bapaknya meng-hardiknya dengan
menulis syair:
Semenjak lahir dan masa bayi yang masih kecil
aku mengasuhmu, dan saya selalu berusaha agar
engkau menjadi orang tinggi dan berkecukupan.
Di malam hari engkau mengeluh sakit hingga
tidak bisa tidur. Keluhan itu membuatku gundah
dan ketakutan.
Jiwa selalu gelisah memikirkan keselamatan untuk
dirimu, sebab aku tahu setiap jiwa terancam oleh
ke-matian.
Contoh-contoh di atas merupakan sebagian dari beberapa kasus
anak durhaka kepada kedua orang tua-nya yang terjadi pada
masa lampau dan sekarang.
Dan di dalam sebagian lagu-lagu masyarakat jahili-yah dahulu,
yang sering para wanita lantunkan adalah: Ya Allah, apa yang
harus saya perbuat terhadap anakku yang durhaka, di masa
kecil aku dengan susah payah membesarkannya, setelah
menikah dengan seorang putri Romawi dia berbuat semenamena
terhadapku. Wanita ini mengadu kepada Allah terhadap
sikap anaknya yang telah diasuh dengan susah payah, tetapi
setelah menikah dengan wanita nasrani Romawi, dia melupakan
ibunya.

Adapun contoh orang-orang yang berbuat baik kepada orang tua
antara lain; cerita tiga orang yang terjebak dalam gua, di antara
mereka ada yang mengata-kan: "Tidak ada cara yang mampu
menyelamatkan kalian kecuali bertawassul dengan amal shalih
kalian. Seorang di antara mereka berdo'a: "Ya Allah saya
mempunyai dua orang tua yang lanjut usia dan saya sekeluarga
tidak makan dan minum di malam hari sebelum mereka berdua,
pada suatu saat saya pernah pergi jauh untuk suatu keperluan
sehingga saya pulang terlambat dan sesampainya di rumah saya
mendapatkan mereka berdua dalam keadaan tidur.
Lalu saya memerah susu untuk malam itu, tetapi mereka berdua
masih tetap tidur pulas, sementara saya tidak suka jika makan
dan minum sebelum mereka. Akhirnya saya menunggu sambil
memegang susu hingga mereka berdua ter-bangun, sampai
fajar terbit mereka berdua baru bangun lalu meminum susu. Ya
Allah jika perbuatan yang telah aku kerjakan tersebut termasuk
perbuatan ikhlas karena mencari wajahMu, maka hilangkanlah
kesulitan kami dari batu besar ini, lalu batu itu pun bergeser dari
mulut gua.
Masih banyak contoh-contoh lain tentang orang-orang yang
berbakti kepada orang tua baik di masa lampau maupun
sekarang yang tidak mungkin kita ceritakan seluruhnya,
kebaikan tersebut mereka per-sembahkan kepada orang tua
sebagai balasan atas jasa-jasa, perhatian dan pemeliharaan
mereka dan sebagai bukti pengakuan tulus dan akhlak mulia. Ini
Silaturrahim – Syaikh 27 Khalid ar-Rasyid
semua mengharuskan kepada setiap anak untuk mengingat
kebaikan yang selalu mengalir tak ada hentinya hingga akhir
hayat.
Sebagian orang-orang shalih sebelum berangkat kerja ada yang
menyempatkan diri singgah ke rumah orang tuanya sambil
mencium tangannya untuk memin-ta restu dan menanyakan
keadaan serta kesehatan mereka. Lalu berangkat ke tempat
kerja. Sikap mulia dan terpuji ini, sangat baik jika dipraktekkan
dalam kehidupan masyarakat.
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hu-rairah bahwa dia
berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Celakalah, celakalah". Beliau ditanya: "Siapa wahai Rasulullah?
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang yang
mendapati orang tuanya, dan salah satu atau keduanya berusia
lanjut, kemudian tidak masuk Surga".
Dari Abdullah bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tiga orang tidak masuk Surga dan tidak dilihat Allah pada hari
Kiamat; Orang yang durhaka kepa-da orang tua, wanita yang
menyerupai laki-laki dan dayyuts. (HR. Ahmad)
Durhaka kepada orang tua adalah perbuatan zhalim besar dan
sikap tidak tahu diri.
Rasulullah yang mengajari umat manusia etika dan tata krama
mengetahui kedudukan dan fungsi seorang ibu dan bapak
kemudian memberikan petunjuk kepada setiap orang mukmin
agar menjadi umat yang bertang-gung jawab.
Di antara bentuk birrul walidain setelah orang tuanya meninggal
adalah dengan menyambung hubung-an kerabat dengan teman
dan sahabat orang tuanya.
Dari Abdullah bin Umar berkata sesungguhnya saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah me-nyambung
hubungan kerabat dengan sahabat orang tuanya". (Shahihul
Jami', Al-Albani)
Bukti cinta dan berbakti kepada orang tua adalah menghormati
dan menjaga hubungan persahabatan orang tua dengan teman
temannya. Pada saat seseorang mempererat hubungan
persahabatan dengan teman bapaknya, merupakan bukti dalam
berbakti kepada orang tua dan pertanda hasil baik pendidikan
orang tua kepada anak.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya menyebutkan tentang bab
keutamaan menyambung hubungan persa-habatan dengan
teman-teman bapak atau ibu. Karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah menyambung
hubungan persahabatan dengan saha-bat orang tuanya".
Dan juga hadits tentang Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dalam meng-hormati temanteman
Khadijah setelah wafatnya.
Para ulama mengatakan bahwa al-birr bermakna menyambung
silaturrahim, menyayangi dan berbuat ke-baikan serta menjaga
persahabatan. Seluruhnya terma-suk bagian inti kebaikan./

MUTIARA NASIHAT DALAM SILATURRAHIM
iasilah wahai manusia hubungan kerabatmu dengan
ridha Allah, langkah-lngkahmu menuju ke tempat
tinggal kerabatmu adalah keberkahan dan derajatmu
akan tinggi di sisi Allah bila engkau melangkahkan kaki untuk
bersilaturrahim. Malaikat rahmah selalu mengiringimu dan
merupakan ibadah kepada Allah pada saat engkau
bersilaturrahim serta engkau akan mendapatkan pahala dan
pengampunan dari Allah. Tatkala engkau mengunjungi bibimu
yang sedang sakit berarti engkau telah menghiburnya dan
sebagai tanda keberhasilan dalam mendidikmu.
Saudara laki-laki dan saudara perempuan baik sekandung
maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan,
semuanya hendaklah saling menyayangi, menghormati dan
menyambung hubungan kera-bat baik pada saat berdekatan
atau berjauhan.
Hubungan persaudaraan khususnya antara saudara laki-laki
dengan saudara perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik
yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang
sangat dalam dan semakin hari semakin bertambah subur
walaupun berjauhan jarak tempatnya.

Wahai saudariku sekandung, Allah mewasiatkan kepadaku agar
aku selalu menyambung silaturrahim, secara fitrah kita
bersaudara dan dengan Kitabullah kita diperintahkan
bersilaturrahim serta Allah mengancam dengan siksa dan celaka
bagi orang yang memutuskan hubungan kerabat.
Dari Jubair bin Muth'im bahwa Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak akan masuk Surga orang yang memutuskan hubungan
kerabat". (Muttafaq 'alaih)
Menyambung silaturahim dengan paman dan bibi adalah
termasuk bagian dari silaturrahim, berdasarkan hadits dari Abu
Hurairah bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Apakah kamu tidak sadar bahwa paman seseorang adalah
saudara bapaknya".
Menyambung hubungan kerabat dengan anak pe-rempuan dari
saudara perempuan termasuk bersilatur-rahim dengan ibunya
dan demikian pula bersilatur-rahim dengan saudara perempuan
ibu. Dari Barra' bin Azib bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:

"Saudara perempuan ibu (bibi) memiliki keduduk-an seperti
ibu". (Muttafaq 'alaih)
Dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Saudara perempuan ibu (bibi) adalah ibu". (HR. Ath-Thabrani)
Wanita adalah makhluk yang lemah dan menjadi kuat karena
dengan adanya laki-laki. Pada saat saudara laki-laki berkunjung
ke rumah saudara perempuan, maka dia bergembira dan
berbahagia dengan kunjungan tersebut. Suami dan keluarganya
juga ikut bergembira, dengan rasa bangga saudara perempuan
tersebut bercerita kepada penduduk kampungnya bahwa
saudara laki-laki tersebut datang berkunjung untuk mengetahui
keadaan dan kesehatannya dan mereka itulah yang menjadi
penopang hidupnya setelah Allah pada saat-saat susah dan
kesulitan.

Betapa lezatnya makanan yang datang dari sauda-ra, bapak
atau paman serta betapa berharganya hadiah yang datang dari
saudara dan kerabat.
Saudara perempuan tersebut mengungkapkan kegembiraan
dengan mengucapkan semoga Allah melu-ruskan niatmu wahai
Silaturrahim – Syaikh 33 Khalid ar-Rasyid
saudaraku, semoga Allah senan-tiasa memberi keselamatan
kepada kalian dari setiap musibah, saya sangat berbahagia atas
kehadiran kalian dan saya sangat bergembira dan bangga
dengan kunjungan kalian di hadapan suami saya dan keluarganya.
Wahai saudaraku tatkala kalian masuk ke rumahku seakan
ruangan rumahku bercahaya dan seluruh rahasiaku ingin aku
ungkapkan serta keadaanku ber-ubah semua. Hadiah yang
kalian berikan walaupun sederhana akan tetapi sangat berharga
bagiku bukan karena mahalnya akan tetapi pemberian itu dari
tangan kalian. Saya merasa bangga dan mulia dari seluruh
manusia di dunia ini.
Wahai saudaraku, kunjungan kalian mendatangkan suasana
baru bagi hidupku dan saya melihat ruangan rumahku seakan
semakin cerah setelah kedatangan kalian. Kegembiraan yang
tak mungkin dunia memberi-kannya kepadaku dan kebahagiaan
seakan aku mampu memeluk bintang gejora. Tidak ada saat
yang paling bahagia dalam umurku tatkala kalian memuliakan
ru-mahku dengan kunjungan kalian.
Ya Allah saya bersaksi di hadapanMu bahwa sau-dara-saudaraku
telah bersilaturrahim, maka sambunglah ya Tuhan Dzat Yang
Maha Penyayang.
Wahai saudaraku, kalian hanya sekedar menunai-kan kewajiban
dan tugas kemasyarakatan, tetapi saya berbahagia selamanya
yang tidak mungkin terhargai oleh apa pun.
Silaturrahim – Syaikh 34 Khalid ar-Rasyid
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan makhluk sehingga
setelah selesai menciptakan mereka, maka rahim berdiri dan
berkata: Ini adalah kedudukan yang tepat bagi orang yang
berlindung dari memutuskan hubungan silaturrahim, Allah Ta'ala
berfirman: "Benar, bukankah engkau senang jika Aku
menyambung orang yang menyambung silatur-rahim dan saya
memutus orang yang memutuskan silaturrahim. Dia berkata:
"Ya, Allah Ta'ala berfirman: "Itulah permohonanmu yang Aku
kabul-kan."
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bacalah jika kalian mau firman Allah Ta'ala (artinya):
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Muhammad:
22)

Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anhu
bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Rahim bergantung di 'Arsy, lalu berkata: "Ba-rangsiapa yang
menyambungku, maka Allah akan menyambungnya dan
barangsiapa yang memutus-kanku, maka Allah akan
memutuskannya".
Sesungguhnya orang-orang yang berakal dan berfikir serta
berhati yang jernih akan mampu mencerna makna nasihat
kebenaran dan kemudian menjadi peringatan baginya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan
mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada
hari hisab yang buruk". (Ar-Ra'd: 21)
Inilah sifat seorang mukmin, setiap apa-apa yang diperintahkan
Allah Ta'ala untuk menghubungkan, maka mereka pun
menghubungkan. Mentaati secara sempurna dan istiqamah di
atas kebenaran dan berjalan di atas manhaj Kitabullah dan
sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan mampu
menyelamatkan kita dari penyelewengan dan kesesatan.
Silaturrahim – Syaikh 36 Khalid ar-Rasyid
Orang yang terbiasa tidak menjaga janji Allah dan tidak
istiqamah di atas jalan lurus sesuai kehendak Allah, maka dia
tidak mungkin mampu memegang janji dan ikatan dengan siapa
pun.

Senin, 10 Agustus 2009

Amal Utama


Dalam ajaran Islam, beramal sholih merupakan salah satu misi hidup terpenting. Setiap muslim dituntut untuk mengisi hari-harinya dengan memperbanyak amal sholih, di samping tentunya dilandasi dengan iman yang kuat. Dengan demikian hidup akan bermakna, terhindar dari kerugian dan kesia-siaan.

Istilah amal sholih sesungguhnya mengandung makna yang sangat luas. Setiap ibadah yang diperintahkan atau dianjurkan serta perbuatan baik yang tidak bertentangan dengan aturan atau nilai-nilai agama termasuk kategori amal sholih. Meskipun spektrum amal sholih sedemikian luas sehingga memungkinkan untuk memilih dan berkreasi, namun ada amal-amal yang mendapatkan prioritas untuk dilaksanakan. Dalam beberapa hadits terdapat istilah afdlalul a’maal (amal paling utama), ahabbul a’maal (amal paling dicintai) dan lain-lain yang mengindikasikan adanya skala prioroitas dalam beramal. Pelaksanaan amal sholih perlu diselaraskan dengan skala prioritas tersebut agar amal menjadi lebih efektif dan efisien.

Menurut keterangan beberapa hadits, ada beberapa karakteristik yang menjadikan amal bisa dikategorikan sebagai amal utama. Pertama, amal yang lebih banyak dan lebih luas manfaatnya. Salah satu ukuran tingkat keutamaan amal di sisi Alloh adalah besar dan luasnya manfaat yang dihasilkan dari amal tersebut. Berdasarkan pertimbangan ini, maka jihad fii sabilillah lebih utama dari pada ibadah haji, sebab cakupan manfaat jihad lebih luas dari pada haji. Menuntut dan menyebarkan ilmu lebih utama dari pada sholat sunnah dan dzikir sebab manfaat ilmu jauh lebih luas dan banyak.

Rasulullah SAW bersabda: Orang yang paling dicintai Alloh adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amal yang paling dicintai Alloh adalah menggembirakan orang muslim, menghapus kegelisahannya, membayar hutangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sesungguhnya berjalan bersama muslim lain untuk suatu kebutuhan (dakwah) lebih aku sukai dari pada beri’tikaf di masjid madinah selama satu bulan (HR Thabrani).

Rasulullah SAW lebih menyukai amal-amal yang bersifat sosial dari pada amal-amal yang bersifat ritual belaka karena amal-amal sosial lebih luas cakupan manfaatnya. Manfaat i’tikaf sambil dzikir di masjid lebih bersifat pribadi, sedangkan dakwah dapat mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Jika harus nmemilih, Rasulullah lebih menyukai berdakwah dari pada beri’tikaf.

Kedua, amal yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Alloh SWT memberikan nikmat dan potensi yang berbeda-beda kepada manusia agar saling mengisi dan memberi. Setiap potensi yang dianugerahkan disertai amanah agar memanfaatkannya sesuai petunjuk agama. Oleh karena itu, amal utama seseorang adalah amal berdasarkan potensi utama yang dimilikinya karena telah menjadi kewajibannya memanfaatkan potensi tersebut.

Amal utama orang kaya adalah memberikan zakat, infaq dan sedekah karena orang kaya diciptakan Alloh untuk membantu orang miskin. Amal utama ilmuwan adalah membimbing dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain karena Alloh SWT menciptakan orang berilmu untuk menunjuki orang yang kurang berilmu. Amal utama pemimpin adalah berlaku adil dan bagaimana mensejahterakan rakyatnya sebab untuk itulah ia diberikan amanah kepemimpinan.

Ketiga, amal sholih yang dilakukan secara berkesinambungan. Amal yang dikerjakan secara terus menerus menghasilkan manfaat yang lebih besar dan berbekas lebih kuat. Di antara manfaat amal sholih adalah memperkuat iman dan memperbaiki akhlak. Penguatan iman dan perbaikan akhlak baru berhasil jika dilakukan terus menerus. Oleh sebab itu amal sholih sebagai sarananya mesti dikerjakan terus menerus. Nabi bersabda “amal yang paling dicintai Alloh adalah amal yang berkesinambungan, meskipun dilakukan sedikit demi sedikit” (Muttafaq alaih).

: Penulis Drs. Ikhwan Matondang, SH, MA

Agar Setiap Langkah Begitu Bernilai

Saat perintah hijrah turun, kaum muslimin di Makkah segera bersiap untuk melakukan hijrah ke Madinah. Kaum kafir Quraisy tidak tinggal diam dengan adanya perintah ini, segera daya dan upaya dikerahkan untuk mencegah kaum muslimin melakukan hijrah. Di tengah persiapan tersebut, ada seorang wanita Makkah yang bernama Ummu Qoys yang sepertinya mempunyai kendala untuk melakukan hijrah sendirian. Pucuk dicinta ulampun tiba, seorang pemuda yang telah lama menaruh hati pada Ummu Qoys datang untuk meminang.

'Aku hanya mempunyai satu permintaan untuk maharku, jika kau bisa membawaku untuk hijrah ke Madinah maka aku akan menerima pinanganmu' kata Ummu Qoys. Atas izin Allah, mereka akhirnya berhasil hijrah ke Madinah dan menikah.

Permasalahan tidak berhenti sampai disitu saja, segera tersebar berita bahwa ada seseorang yang hijrah karena wanita sampai muncul istilah Muhajirin Ummu Qoys. Mendengar berita tsb, Rasulullah kemudian mengeluarkan hadist yang seringkali kita dengar :

'Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatannya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya menuju Allah dan rasul-Nya, ia akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya menuju dunia yang akan diperolehnya atau menuju wanita yang akan dinikahinya, ia akan mendapatkan apa yang dituju' (HR. Bukhori dan Muslim).

Para ulama membedakan dengan jelas definisi antara niat dan azzam (keinginan yang kuat). Niat adalah keinginan yang kuat yang sudah diiringi dengan perbuatan menuju keinginan tersebut. Sedangkan azzam hanya sebatas keinginan yang kuat. Seorang yang berkeinginan untuk berjihad, belum dikatakan mempunyai niat untuk berjihad jika dia tidak disertai dengan perbuatan untuk melakukan persiapan jihad. Ini mungkin yang perlu diluruskan di masyarakat kita.

Ibroh utama yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah bahwa Allah sangat menitik beratkan pada niat untuk menilai suatu amalan. Jika niat melakukan amalan sudah bukan karena Allah dan rasul-Nya, maka akan tertolaklah amalan itu. Walau sebanyak dan sebagus apapun amalan itu. Rupanya kualitas lebih ditekankan daripada kuantitas amal. Jika kualitasnya sudah salah maka kuantitasnya akan salah. Tapi jika kualitasnya sudah bagus, maka akan lebih baik jika diiringi dengan kuantitas yang banyak pula.

Menurut hadist ini setidaknya ada dua syarat penting yang menentukan diterima atau tidaknya setiap amalan yang kita kerjakan:

Ikhlas karena Allah semata.

Pernah satu kali seseorang bertanya pada Rasulullah: 'Bagaimana pendapat Anda jika ada seseorang yang berperang selain dia ingin mengharapkan pahala, juga agar dia menjadi terkenal ?' Jawab Nabi Rasulullah SAW, 'Orang itu tidak akan mendapatkan pahala apapun !'

Sebagaimana kekasih kita juga, ternyata pencipta kita adalah Dzat yang sangat pencemburu. Dia tidak akan sudi untuk diduakan.

Al-Qur’an juga tegas menjelaskan ketidak-ridho-an Allah jika hambaNya melakukan amalan selain untuk-Nya:

'Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus …… (Al-Bayyinah:5)

Tanda-tanda Keikhlasan

Adapun tentang tanda-tanda keikhlasan itu sendiri Dr. Yusuf Qordowi dalam bukunya ttg Ikhlas menguraikan beberapa tanda-tanda keikhlasan diantaranya:

1. Mengakui Kekurangan Diri

Adalah sangat wajar apabila kita melakukan kesalahan. Kita bukan manusia maksum yang sudah dijamin tidak akan melakukan dosa. Untuk itu sangatlah wajar pula kita tahu diri bahwa setiap keberhasilan dalam kehidupan mungkin hanya sekitar 10%nya yang merupakan kontribusi dari diri kita, sedangkan sisanya adalah murni karena skenario Allah semata.

2. Cenderung Menyembunyikan Amal Kebajikan

Amalan yang diceritakan bukan dalam rangka syi’ar akan mengundang adanya perasaan bangga diri. Perasaan seperti ini akan bisa melencengkan tujuan dari amalan itu sendiri bukan karena Allah, tapi karena perasaan bangga itu sendiri. Jika satu saat mereka tidak yakin orang lain merasa takjub dengan amalanya, maka yang terjadi adalah rasa malas dan berat untuk melakukan amalantersebut.

3. Tidak membedakan amalan seorang prajurit dengan panglima perangnya

Khalid bin Walid adalah seoran Panglima Perang yang tak tertandingi, dimanapun beliau ditempatkan di situ pula beliau meraih kemenangan. Sampai-sampai Rasulullah menjulukinya Syaifullah (Pedang Allah). Satu saat orang-orang mengelu-mengelukan beliau sampai mengarah pada kondisi pengkultusan diri. Untuk menghidari hal ini Sayyidina Umar Bin Khatab memerintahkan pemecatan Khalid bin Walid dari Panglima menjadi prajurit biasa. Ternyata bukan Post Power Syndrome yang dialami beliau, tapi bahkan beliau tetap berjuang dengan semangat yang sama saat beliau menjadi Panglima tertinggi.

4. Mengutamakan keridhoan Allah daripada keridhoan manusia

Keridhoan manusia hanya akan berakhir maksimal sama dengan panjang umur manusia itu sendiri, sedangkan keridhoaan Allah membawa konsekuensi lebih panjang. Kita masih akan melewati pertanggungjawaban di alam kubur, kemudian alam mahsyar, baru kemudian alam akhirat. Sayangnya kadang seseorang merasa tidak 'pede' saat melakukan satu kebaikan hanya karena lingkunganya tidak mendukung terlaksananya kebaikan itu.

5. Cinta dan marah karena Allah

A’a Gym pernah menghukum putranya karena tidak shalat. Dalam hadist Nabi diajarkan bahwa perintah shalat harus diberikan pada anak sejak berumur 7 tahun, dan jika sampai 10 belum dilaksanakan kita boleh memukulnya. Untuk menjalankan hukuman itu beliau terlebih dahulu menjelaskan ke sang putra bahwa ini adalah perintah Allah, kemudian selesai hukuman di laksanakan beliau langsung memeluk dan menangis serta meminta sang putra tidak meninggalkan shalat lagi.

6. Sabar terhadap panjangnya jalan

Kita harus sadar bahwa bisa jadi kebaikan yang kita tanamkan atau dakwah yang kita jalankan baru bisa dinikmati oleh generasi sesudah kita. Surga impian bukan sesuatu yang mudah untuk diraih, tapi dia dibalut oleh berbagai rintangan dan cobaan sebagai sarana untuk memisahkan antara orang yang beriman dan orang yang hanya mengaku beriman.

Allah tidak akan bertanya mengapa kita tidak sukses atau kenapa kita belum meraih kemenangan. Tapi Allah akan bertanya sudahkan kita sudah berusaha secara maksimal.

7. Sesuai dengan syari’at yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan yang diutus untuk membawa risalah Islam. Dialah manusia satu-satunya yang paling paham bagaimana menerjemahkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sebagai pribadi, kepala keluarga, kepala negara, sahabat, ayah, dan peran apapun di dalam kehidupan sehari-hari.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. 33:21)

Makanya sangat tidak sesuai apabila ada diantara kita yang mengaku sebagai seorang mu’min tapi tetap cara beribadahnya menurut kemauannya sendiri.

'Yang penting eling….',
'Yang penting niatnya',
'Yang penting hatinya baik'.

Sering sekali kita mendengar ungkapan-ungkapan semacam ini di masyarakat kita. Islam tidak cukup hanya seperti itu. Harapan kita dalam meraih surga berbanding lurus dengan sejauh mana usaha kita mendapatkannya.

Wallahu’alam.

*) Penulis adalah Ketua Divisi Da'wah Keluarga Muslim Satelindo - TIFA

HIKMAH


Ikhlas Beramal





Suatu ketika, Abu Umamah Al-Bahili RA (W. 86H), salah seorang sahabat setia Nabi asal Syam (Suriah) bercerita, ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan kemudian bertanya, ''Wahai Rasulullah, apa pendapat Tuan ketika melihat seseorang yang berperang, tapi mendapatkan upah dan ketenaran?'' Nabi SAW menjawab, ''Dia tidak mendapatkan apa-apa!'' Laki-laki itu bertanya lagi hingga tiga kali, dan jawaban Rasulullah pun tetap tidak berubah. Akhirnya, Nabi SAW berkata untuk yang terakhir kalinya, ''Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang tanpa ia ikhlas melakukannya dan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah.'' (HR An-Nasai).

Melalui hadis ini, Nabi SAW mengajarkan kepada kita untuk melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, tanpa pamrih. Segala bentuk benda materi yang didapatkan seseorang sejatinya tidak akan berarti apa-apa di sisi Allah SWT, ketika hasil itu didapat dengan jalan tidak halal. Amal perbuatan seorang hamba tidak bernilai bagi Allah, ketika ia melakukannya dengan keterpaksaan.

Salah satu ciri orang munafik, seperti disebutkan Rasulullah dalam hadis lain, adalah mereka merasa malas untuk beramal positif. Digambarkan oleh beliau, ketika mereka akan mengerjakan shalat, mereka melakukannya dengan berat hati karena terpaksa. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, ''Sesungguhnya orang-orang munafik mencoba menipu Allah, padahal Allahlah yang paling kuasa menipu mereka. Dan, apabila mereka beranjak akan mengerjakan shalat, mereka merasa berat hati (malas). Dan ketika mereka melakukannya, mereka berharap apa yang mereka lakukan dilihat dan diperhatikan oleh orang lain. Mereka juga tidak mengingat Allah kecuali hanya sebentar (sedikit) saja.'' (An-Nisa: 142).

Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa sifat munafik bisa saja melekat pada diri kita, ketika kita tidak menyandarkan segala amal ibadah semata-mata karena Allah, tapi karena untuk hal lain. Misalnya, untuk ketenaran, supaya mendapat pujian, agar kita dianggap sebagai orang saleh, dan sebagainya.

Orang yang tidak ikhlas beramal sebenarnya sama saja dengan mencoba menipu Allah, padahal sejatinya mereka telah menipu diri sendiri. Allah Mahatahu apa yang ada dalam hati setiap hamba-Nya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun dari pengawasan-Nya.

Ikhlas dan tidaknya seseorang dalam beramal tidak akan diketahui secara lahiriyah, karena ia ada dalam wilayah hati. Hanya Allah SWT dan diri kita sendiri yang tahu. Makanya, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang seorang pejuang yang dengan gagah berani berperang menaklukkan musuh, tapi dia melakukan itu hanya untuk mendapatkan gaji atau upah, atau semata-mata untuk mendapatkan ketenaran, semua itu tidak ada nilainya di sisi Allah. Allah hanya menilai keikhlasan hamba-Nya.

Ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT, ''Dan mereka tidaklah diperintahkan selain agar menyembah Allah semata dengan ikhlas hati dan menjalankan agama dengan benar. Mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Itulah agama yang kokoh (tegak).'' (Al-Bayyinah: 6). Wallahu a'lam.

HIKMAH

Dengan Cinta
Oleh Herry Nurdi



Madinah adalah kota yang menawarkan cinta. Hingga kini, jejak-jejak peradaban penuh cinta yang pernah ditegakkan Rasulullah lebih dari 1.400 tahun silam masih terasa dengan kuatnya. Madinah adalah cinta.


Jika Madinah adalah cinta, maka Nabawi adalah jantungnya. Masjid yang dibangun oleh tangan Rasulullah sendiri ini adalah tempat yang memompa denyut cinta madinah. Memasuki masjid ini seperti larut dalam lautan cinta.


Dimasjid ini, semua perindu kekasih Sang Maha Kekasih berjumpa. Di Raudhah, tempat segala do’a tak berjarak lagi, mereka seperti sedang mengadu pada kekasihnya, Rasulullah. Dalam do’a-do’a yang panjang, mereka mengadu tentang nasib, mengadu tentang hidup, mengadu tentang cinta. Diantara makam Rasul dan mihrab tua yang dibangun untuk menyembah Sang Maha Kekasih, manusia dari berbagai penjuru bumi terpekur dan tersedu.


Mereka tidak menangis karena sedih, tidak pula karena pilu. Mereka menangis karena rindu. Mereka seolah sedang bergelayut dipundak Rasulullah bercerita tentang hidupnya. Mereka seolah sedang merajuk dan merayu dihadapan sang kekasih , berkisah tentang semua rasa cinta. Bahkan, ada yang tak sanggup berkata sepatah kata pun, hanya tangis dan rasa di dada yang membuncah. Seperti sebuah syair dalam nasyid Raihan :

Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kudekap dirimu
Tiada kata yang mampu kuucapkan
Hanya Tuhan saja yang tahu

Air mata berderai-derai. Air mata rindu dan cinta pada manusia yang penuh dengan cinta. Membayang seketika, kisah-kisah tentang keagungan cinta Rasulullah kepada ummatnya. Terbayang seluruh perjalanan hidupnya yang penuh cinta, sebagai seorang kekasih, sebagai seorang ayah, sebagai seorang pemimpin atas ummatnya, sebagai seorang hamba pada Khaliknya.


Cinta Rasulullah adalah cinta paripurna. Rindu Rasulullah adalah rindu yang hidup dan menghidupi. Kasih Rasulullah adalah kasih yang cerah dan mencerahkan. Cintanya adalah cinta yang harus kita jadikan jejak-jejak yang senantiasa kita tapaki. Rindunya adalah rindu yang harus selalu kita jaga sebagai lentera dalam terang, terlebih dalam gulita. Dan kasihnya, semoga selalu menjadi tarikan napas dan denyut nadi dalam hidup kita.


Jika kita hidup dengan cinta seperti cintanya. Bila kita bergerak dengan kasih seperti kasihnya, sungguh akan ada banyak “Madinah” didelapan penjuru mata angina dunia. Kekuatan cinta seperti cintanya akan membuat kita cinta pada kebenaran melebihi apapun jua. Membuat cinta kita kepada harum surga melebihi apapun jua. Membuat cinta kita pada jihad melebihi apapun jua. Membuat cinta kita kepada Allah lebih dari segala-gala.


Maka ya Allah, jadikan cinta kami kepadaMu sebagai satu-satunya cinta yang mengantar kami menutup mata. Maka ya Allah, jadikan rindu kami kepada rasulMu menjadi satu-satunya rindu yang bergelora dalam jiwa sampai diputuskan nyawa. Maka ya Allah, dengan penuh harap dan cinta, kabulkanlah……….

Shalat dan Otak Manusia


Shalat dan Otak Manusia
Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa menghadap Allah (meninggal dunia),sedangkan ia biasa
melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang
telah ia kerjakan tsb)". Hadist RiwayatTabrani.
Sholat itu Bikin Otak Kita Sehat" Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah' (Q.S Al
Kautsar:2)
Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat,
nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.
Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???????
Seorang Doktor di Amerika ( Dr. Fidelma) telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di
temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat
diterima oleh akal fikiran.
Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan
oleh sebab itu itu telah membukasebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian
pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-
Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.
Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa
sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak
dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi
secara yang lebih normal.
Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan
memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang
yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini
artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan
oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah.
Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang
secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk
menganut agama Islam "sepenuhnya" karena Sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh
Allah dengan agamanya yang indah ini.
Kesimpulannya :
Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang walaupun akal mereka berfungsi secara
normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam
membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segansegan
untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka
mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena
otak tidak bisa untuk mempertimbangkan Secara lebih normal.

JILBAB


'Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu.' (Q.S. an-Nisa:59)

'Orang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.' (H.R. At Thabrani)


Bahwa seorang mukmin dapat mengenali kekurangannya dari mukmin lainnya, sehingga ia laksana cermin bagi dirinya.

Islam juga menganjurkan dan mengajak penganutnya agar sebagian mereka mencintai sebagian yang lain, dimana diantaranya engkau berharap agar saudaramu masuk Surga dan dijauhkan dari api Neraka. Tak sebatas mengharap, namun berupaya keras dan maksimal menyediakan berbagai sarana dari hal-hal yang membahayakan dan merugikannya, di dunia maupun di akhirat kelak.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala, dalam Q.S. Al Ahzab : 59 berfirman :
'Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.'

'Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.' (Q.S. An Nur : 31)

Dalam perjalanan hidup saya, saya mendapati beberapa alasan yang senantiasa terulang ketika ajakan untuk berhijab dikumandangkan. Oleh karenanya, semoga risalah ini dapat bermanfa'at bagi saudariku sekalian, dan memperteguh mereka yang masih ragu-ragu dalam menunaikan kewajiban utama muslimah ini. Alasan-alasan yang sering saya temui antara lain :

1. Tubuh ini adalah ciptaan Allah, dan keindahannya bukan untuk ditutupi, melainkan diperlihatkan.

Saudariku, begitu banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita, baik yang kita tidak sadari hingga yang terlihat di depan mata kita. Cara mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT, yang menciptakan diri kita adalah dengan beribadah menurut tuntunanNya, dan memasrahkan diri sepenuhnya kepada segala ketentuan dan aturanNya. Karena ketidakpatuhan kita akan menjebak kita ke dalam perangkap penolakan/pembangkangan atas Rabb kita.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S Al Baqarah : 216,
'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.'

Pernahkah kita bayangkan manakala Allah mencabut nikmat kecantikan yang dititipkan kepada kita? Pernahkah kita sadari bahwa kecantikan itu adalah ujian dari Allah, sejauh mana ia bersyukur atas kecantikannya itu? Pernahkan kita renungi manakala Allah meminta pertanggungjawaban dari nikmat kecantikan yang telah dianugerahkanNya, sementara kita menggunakannya tidak berlandaskan syari'at Allah?

Dan jika engkau menjawab, 'Kecantikah itu untuk diperlihatkan, bukan untuk ditutupi, maka kembali kita perlu bertanya :
  • Relakah engkau kecantikanmu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh darimu?

  • Relakah engkau menjadi objek yang dilihat, bagi semua orang, yang jahat maupun yang terhormat?

  • Bagaimana engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para pria?
  • Maukah kamu jika dirimu dihargai serendah itu, sementara engkau bisa menjadi seorang wanita yang mulia di mata Allah SWT?

2. Aku takut dijauhi teman-teman, dikeluarkan dari kerjaan (kehilangan mata pencaharian), dan mendapat posisi yang rendah.

Saudariku, rizki ada di tangan Allah. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah diberikan kadar rizkinya, tinggal apakah kita mau menjemputnya ataukah tidak.

Telah banyak terjadi di sekitar kita cerita-cerita nyata kegigihan mereka pada prinsipnya, yang seharusnya semakin memperkuat keyakinan kita semua, bahwa rizki bukan ditangan manajemen kantor, namun berada di tangan Allah. Kekayaan yang kita miliki hari ini, kemuliaan di hadapan manusia yang kita rasakan dapat dengan hilang dengan amat segera, manakala Allah mencabutnya.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ali 'Imran : 26,
'Katakanlah: 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'

Dan ingatlah bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya yang berusaha bertaqwa dan istiqomah berpegang teguh memperjuangkan prinsip keislamannya. Ingatlah firman Allah SWT dalam Q.S. Ali 'Imran : 195

'Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.'

Dalam ayat lain, Allah melanjutkan,
'Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.' (Q.S. Al A'raaf : 170)

'Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.' (Q.S. Hud : 115)

Adapun ketakutan dijauhi teman-teman, adalah ketakutan yang seharusnya tidak terjadi. Karena seorang mukmin seharusnya menjadi tenang dan tentram dengan Allah bersamanya. Tidak ada lagi yang dia dambakan kecuali kedekatan dan kecintaan Allah padanya.

3. Saya senantiasa menjaga amalan ibadah saya yang lain kok, kecuali hijab, saya belum mampu untuk memakainya.

Saudariku, kalau memang Anda sudah melakukan amalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, dan kepatuhan pada perintah Allah, serta takut siksaanNya jika meninggalkan kewajiban itu, mengapa Anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah itu hanya satu?

Sebagaimana shalat yang selalu Anda jaga adalah sebuah kewajiban, maka hijab pun demikian. Kewajiban mengenakan hijab tidak diragukan dalam Al Qur'an dan As Sunnah.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah:85 ketika mencerca Bani Israil :
'Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat pedih. Allah tidak lengah atas apa yang kamu perbuat'.

Padahal ............... digambarkan oleh Rasulullah SAW,
'Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada hari Kiamat adalah orang yang diletakkan kedua telapak kakinya dua bara api, dari dua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api.' (H.R. Bukhari)

Jika seperti itu adzab yang paling ringan di hari Kiamat, maka bagaimana adzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang pedih, sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas, yang beriman kepada sebagian, dan meninggalkan sebagian yang lain?

4. Saya belum siap berperilaku dan berakhlak sebagaimana muslimah yang berjilbab. Yang berjilbab saja perilakunya tidak sesuai dengan jilbabnya.

Saudariku, kewajiban harus diutamakan diatas segalanya.

Berfirman Allah SWT, dalam kumpulan kalam Ilahinya, Q.S. Al Baqarah : 208,
'Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.'

Tunaikanlah kewajibanmu dahulu kepada Penciptamu, dan kemudian secara perlahan memperbaiki segala akhlak buruk yang masih sulit engkau tinggalkan. Apakah engkau tidak sadar, dengan semakin lamanya engkau tunda berhijab, maka sedemikian menumpuklah dosa besar yang terus menggunung, yang harus dibalas dengan siksaan Allah, kuatkah engkau menjalaninya? Dosa yang terus mengalir dari hari ke hari, semakin memperberat timbangan dosa kita. Segeralah kita menuju jalan Allah.

Sementara bagi mereka yang telah berhijab, namun perilakunya tidak sesuai dengan hijabnya, maka berprasangka baiklah, bahwa minimal ia telah menunaikan tugasnya sebagai hamba Allah, dalam hal menutup auratnya, sedangkan engkau masih enggan menjalaninya. Adapun sifat kurang baiknya adalah tugas kita bersama untuk memperbaikinya, dengan nasihat-nasihat yang baik, dan ikhlas, karena boleh jadi ia belum mengetahui ilmunya, sementara ia baru mendapatkan ilmu wajibnya berhijab, dan ia segera menunaikannya.

Adapun kesiapan diri, maka sifatnya amatlah abstrak. Tidak ada parameter pasti yang mampu mengukur tingkat kesiapan seseorang, kecuali kalimat Sami'na wa Atho'na, sebagai implementasi Laa Ilaaha Illa Allah (Tidak ada yang lebih aku cintai kecuali Allah semata, hidupku hanyalah untuk Allah, Yang Menciptakanku, dan kepadaNya kelak aku akan kembali.

Saudariku, harus bisa kita bedakan antara perintah manusia dan perintah Tuhan. Perintah manusia bisa salah dan benar. Imam Malik r.a. pernah berkata, 'Setiap orang bisa diterima ucapannya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini (Rasulullah)'.

Jika perintah itu datang dari Allah di dalam kitabNya, atau melalui NabiNya, maka tidak ada bagi manusia untuk mengatakan 'saya belum mantap', padahal Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebab tercapainya kebahagiaan kita.

Padahal Allah menyukai orang-orang yang berkata, 'Sami'na wa atho'na, ghufronaka rabbanaa wa ilaykal mashiir (Q.S. Al Baqarah:285)', (Kami dengar dan kami segera ta'at, ampuni kami ya Allah, kepadaMulah tempat kembali kami), dan padahal Allah membenci orang-orang yang berkata, 'Sami'na wa 'ashoina (Q.S. Al Baqarah:93/Q.S. Annisa:46)', (Kami dengar tapi kami tidak mena'atinya).

Alangkah hinanya kita ketika kita tidak menuruti keinginan Yang Menciptakan kita. Sementara ucapan 'Aku belum mantap' adalah ucapan yang berbahaya, karena bermakna ia meragukan kebenaran perintah tersebut, dan bermakna ia tidak mencintai Penciptanya, Rabbul 'Alamin.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Ahzab : 36 :
'Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi wanita mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.'

Begitu kerasnya Allah berfirman dalam ayat diatas, apakah kita tidak takut dimasukkan Allah dalam golongan orang-orang yang sesat?

5. Saya belum dapat hidayah. Do'akanlah aku agar segera mendapat hidayah.

Saudariku, hidayah tidak datang dengan sendirinya. Hidayah membutuhkan pencaharian. Dan bagaimanakah engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu hidayah? Apakah engkau mengetahui sesuatu yang ghaib yang ada dalam kitab yang tersembunyi (Al Lauh Al Mahfuzh), ataukah engkau mendapatkan bisikan dari golongan jin atau manusia?

Telah berfirman Allah SWT dalam Q.S. Muhammad:17,
'Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.'

Ingatlah bahwa dalam hidayah, terdapat campur tangan dan usaha manusia, maka ikutilah petunjuk Allah agar engkau semakin dekat dengan hidayah Allah. Carilah sebab-sebab untuk mendapatkannya.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ar Ra'd:11,
'Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.'

Fahamilah sunnatullah.

Wahai saudariku, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya akan engkau dapatkan dengan izin Allah. Banyaklah berdo'a kepada Allah, pilihlah teman yang shalihah, banyaklah membaca, pelajari dan renungilah Kitab Allah, ikutilah majelis-majelis dzikir dan ceramah-ceramah agama, dengarkanlah kaset-kaset pengajian, dan bacalah buku-buku tentang keimanan. Di sisi lain, hendaklah engkau terlebih dahulu meninggalkan hal-hal yang bisa menjauhkan dirimu dari datangnya hidayah, seperti teman yang tidak baik, bacaan-bacaan yang tidak bermanfa'at, tayangan-tayangan televisi yang buruk, dan hal-hal lainnya.

6. Insha Allah saya akan berhijab setelah menikah kelak.

Saudariku, bagaimana mungkin engkau dapat memastikan sesuatu yang engkau pun belum yakin apakah usiamu sampai hingga menikah kelak ataukah tidak. Bagaimanakah jika engkau telah dipanggil Allah dalam keadaan belum berhijab? Tidakkah engkau takut mati dalam keadaan masih tidak beriman pada sebuah kewajiban Allah yang amat mendasar bagi seorang muslimah?

Bagaimana ketika hari ini kita telah berniat berbuat sebuah kebaikan yang kita telah tahu ilmunya, namun kita tunda karena beberapa alasan, namun ternyata di kemudian hari, usia kita tidak sampai merealisasikannya, karena Allah telah mencabut nyawa kita, maka bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak? Kenapa kita menundanya? Kemana usia kita kita gunakan di dunia? Sejauh mana cinta kita pada Allah dan RasulNya?

Saudariku, kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sakit, tidak pula orang yang lanjut usia saja, tetapi juga orang-orang yang sehat wal afiat, orang dewasa, pemudi, bahwa sampai bayi yang masih menyusu pada ibunya. Banyak contoh yang dapat kita ambil dari kejadian di sekitar kita.

Dalam Kitaabun Nikah, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits Rasulullaah SAW,
'Wanita itu dinikahi karena empat hal. Yaitu karena harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang berpegang teguh dengan agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu.'

Wanita yang shalihah untuk pria yang shalihah.

Boleh jadi, wanita yang terbiasa memperlihatkan kecantikan tubuhnya -- yang dimaksudkan untuk menawan hati pria -- malah membuat para pemuda enggan menikahinya, karena beranggapan, jika wanita tersebut berani melanggar salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan berani melanggar perintah-perintah yang lain. Karena syaithan memiliki banyak langkah.

7. Sesungguhnya iman itu ada di hati, dan juga Allah Maha Tahu kalaupun nanti saya telah berniat untuk berhijab.

Saudariku, benar yang telah engkau katakan bahwa iman berada di dalam hati, sebagaimana sabda Rasulullaah SAW, 'Taqwa itu ada disini, seraya menunjuk ke arah dadanya.' (H.R. Muslim)

Namun jangan sampai salah dalam mengartikan hadits di atas. Penulis kitab Nuzhatul Muttaqin berkata, 'Hadits ini menunjukkan pahala amal tergantung keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, kebenaran tujuan, dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah.'

Bahwa Rasulullah SAW tidak memaksudkan bahwa iman tidak akan sempurna kecuali hanya di dalam hati saja, tetapi amal perbuatan tetap harus diperlihatkan kepada Allah, sementara hati adalah benteng terakhir selamatnya perbuatan kita.

Bahwa telah sepakat jumhur ulama bahwa, 'Keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pelaksanaan dengan anggota badan.'

Dan akan lebih jelas lagi ketika kita menemukan firman Allah dalam Q.S. al-Ankabut:1-3,
'Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.'

8. Saya sangat ingin berhijab, tapi suami saya lebih suka dengan keindahan rambut saya ketika tidak berhijab, lebih cantik katanya.

Saudariku, ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada makhluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama itu bukan dalam kemaksiatan.

Bersabda Rasulullah SAW,
'Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan.' (H.R. Bukhari dan Muslim)

'Dan tidak boleh taat kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada al-Khaliq.' (H.R. Ahmad)

Harus disadari bahwa halangan yang dihadapi merupakan ujian bagi setiap hamba, karena memang meraih Surga tidaklah semudah meraih Neraka.

Bagi sang suami, harus ada seseorang yang mampu menasihatinya agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan keluarganya. Dan hendaknya ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kepadanya isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah, yakni memakai pakaian sesuai ketentuan syari'at, sehingga menjaga keselamatan dirinya dari fitnah. Dan mengingatkan dia sebuah kalam Ilahi dalam Q.S. At Tahrim:6, 'Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.'

Ayat diatas mendapat penegasan pula dari Rasulullah SAW, dalam haditsnya,
'Seseorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.' (H.R. Bukhari)

Sehingga patutkan bagi seorang suami untuk memaksakan kehendaknya agar sang isteri tidak menutup auratnya dengan sempurna sebagaimana mestinya?

Adapun bagi isteri, tetaplah untuk tidak menaati suami dalam kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapanpun. Dan dalam tataran teknis, perhatikanlah adab sopan santun dan cara-cara yang hikmah dalam menyampaikannya kepada suami, bisa secara mesra, dan lemah lembut, dan tidak menggunakan kalimat-kalimat yang memancing emosi ataupun amarah, dan terkesan menggurui. Dan tetaplah tabah dan sabar menghadapi celaan, ejekan, dan hinaan, dan tidak boleh menyebabkan hubungan dengan suami menjadi retak. Hendaklah selalu meminta pertolongan Allah agar diberi keteguhan dalam prinsip, kemudahan dan jalan keluar dari kesulitan ini, kemudian meminta pertolongan sanak kerabat, dan kawan-kawan dekat suami. Senantiasalah membalas segala keburukan dengan kebaikan, dan pilihlah saat-saat yang tepat untuk dialog, dan sadarilah sekali lagi bahwa jalan ke Surga memang penuh dengan onak dan duri, dan tidak akan diberikan Allah kecuali setelah melewati kepayahan, kerja keras, dan tabah menanggung segala rintangan dan hambatan di jalan Allah.

9. Kata orang tua saya, tidak berhijab lebih baik. Dan saya yakin orang tua selalu menginginkan yang terbaik buat anaknya.

Saudariku, benar bahwa orang tua pasti selalu menginginkan yang terbaik buat anak puterinya. Namun, harus kita fahami, bahwa orang tua kita berpendapat akan sesuatu amat dilandasi oleh pemahamannya. Terkait masalah jilbab, amat boleh jadi, orang tua kita belum mendapatkan ilmunya, sejak kecilnya. Maka tugas kitalah secara perlahan-lahan menyadarkan orang tua kita, dan melakukan lobi-lobi internal, agar akhirnya menjadikan orang tua kita pendukung sejati niat kita untuk berhijab, dan bahkan mengikuti anaknya dalam berhijab. Subhanallah.

Nabi kita, Rasulullah SAW pernah bersabda,
'Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan ditanya tentang yang dipimpinnya ....' (H.R. Bukhari)

Seorang ayah adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan akan ditanya Allah di hari Kiamat tentang orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya. Hendaknya seorang ayah bertanya pada dirinya sendiri :
- Berapa banyak pemuda yang telah tergoda oleh puterinya?
- Seberapa jauh puterinya telah menyebabkan penyimpangan para pemuda?
- Berapa banyak hinaan yang dilontarkan para pemuda kepadanya?

Semoga Allah senantiasa mengisi hati kita dengan cahayaNya yang tidak pernah padam, dan memenangkan kita dalam pertarungan kita melawan kejahatan syaithan, jin, dan manusia. Memerdekakan diri kita dari tawanan hawa nafsu, menuju alam kebebasan, kemuliaan, kehormatan, dan ketenangan, dan alam kesucian.

10. Hijab hanyalah kebudayaan orang Arab, dan hijab tidak sesuai dengan mode masa kini.

Saudariku, memang benar bahwa kebanyakan budak wanita di masa Rasulullah tidak berhijab, dan sebagian dari hartawan di kalangan wanita mengenakan hijab. Tapi kita harus fahami sebuah kejadian menarik di Madinah ketika Surah Al Ahzab:59 diturunkan, dimana terjadi Peristiwa yang amat menghebohkan di Madinah. Kedua setelah MIRAS. Apakah itu? Bagaimana 10 tahun awal da'wah Rasulullaah di Makkah Al Mukarramah tidak pernah menyinggung masalah syari'at. Beliau hanya menekankan pada masalah tauhid dan aqidah. Karena memperkuat penyerahan diri manusia atas Penciptanya adalah yang paling utama.

Membina keikhlasan dan kesungguhan (mujahadah) dalam mengusung kalimat 'Laa ilaaha illallaah wa Muhammad Rasul Allah' adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita lihat bersama, bagaimana setelah keimanan umat Islam di Madinah telah begitu kokohnya, dan begitu pasrahnya mereka akan aturan Allah, dan begitu cintanya mereka pada Rasul Allah, ketika turun ayat Al Qur'an yang memerintahkan kaum wanita untuk mengenakan kerudung hingga ke dadanya, dan tidak memperlihatkan auratnya kepada laki-laki, pamannya, dll, (sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an), dan ketika berita ini sampai ke telinga mereka, maka prinsip mereka hanya satu, yakni SAMI'NA wa ATHO'NA, kami dengar dan kami segera ta'at.

Seluruh pasar-pasar di madinah, seluruh tempat-tempat di madinah menjadi riuh, karena para wanitanya yang saat itu sebagian besar tidak berkerudung, berlari ke sana kemari mencari segala sesuatu yang bisa menutupi rambut mereka, seperti goni, gorden rumah, dll. Subhanallaah, begitulah kita lihat bersama bagaimana mereka benar-benar hanya mengharapkan kebaikan di akhirat yang kekal abadi saja.

Dan ingatlah bahwa ayat itu tidak diturunkan khusus untuk orang Arab, tapi kalimatnya ditujukan untuk seluruh wanita-wanita mukmin, wanita-wanita yang benar-benar beriman kepada Penciptanya.

Saudariku sekalian, demikian 10 Jawaban yang saya susun, tiada lain kecuali berharap mengetuk pintu kesadaran saudariku sekalian untuk kembali kepada tuntunan suci Al Qur'an dan As Sunnah, agar jalan hidup kita menjadi lurus, dan mendapatkan kebaikan hidup baik di dunia maupun kehidupan akhirat kelak yang tidak memiliki batasan akhir kehidupan (kekal abadi). Apakah kita kekal dalam kebahagiaan, atau kekal dalam siksanya Allah, seluruhnya terpulang pada diri kita masing-masing. Tidak ada seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk berpaling dari keyakinannya, hanya kewajiban menyeru ke jalan Allah lah yang wajib ditunaikan.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah : 272,
'Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya'.

Oleh karenanya, janganlah kita termasuk kepada golongan orang-orang yang mengunci mati hati mereka dari datangnya petunjuk, menutup rapat-rapat telinga kita, sehingga hidayah semakin jauh dari kita. Bersegeralah menuju ridhonya Allah, di hari-hari hidup kita yang masih tersisa ini.

Allaahu a'lam, waliyyut taufiiq