Selasa, 11 Agustus 2009

Tanya Jawab Seputar Puasa dan Zaakat

1. Rasulullah Menggunakan Hisab Atau Rukyat ?
Apakah hisab ru'yat itu? Manakah yang paling sering digunakan Nabi Muhammad SAW?

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Hisab artinya hitungan sedangkan ru`yat adalah pandangan/penglihatan. Istilah ilmu
hisab maknanya adalah disiplin ilmu untuk menetukan penanggalan berdasrkan
hitungan matematis. Sedangkan ru`yat adalah penetuan jatuhnya awal bulan
qamariyah berdasarkan penghilatan mata atau pengamatan ada tidaknya bulan sabit
(hilal) tanggal satu pada hari terakhir(tanggal 29) bulan qamariyah.
Pengamatan dilakukan pada sore hari menjelang matahari terbenam. Bila di hari itu
nampak hilal, maka dipastikan bahwa esok telah masuk kepada bulan baru atau tanggal
satu. Dan hari itu (tanggal 29) menjadi hari terakhir dari bulan sebelumnya.
Rasulullah SAW dalam beribadah selalu menjalankannya sesuai dengan kehendak Allah. Dan apa yang dikerjakannya itu menjadi dasar hukum Islam yang harus
diikuti oleh umat Islam seluruhnya hingga akhir masa.
Dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Ahda tidak pernah Rasulullah SAW
menentukannya berdasarkan hisab. Bukan karena di zaman itu tidak ada ilmu hisab, tapi
karena memang itulah yang dijadikan ajaran Islam. Pada abad ke-7 dimana Rasulullah
SAW hidup, ilmu hisab sebenarnya sudah ada dan cukup maju.
Dan bila memang mau, tidak ada kesulitan sedikitpun untuk menggunakan ilmu hisab di
zaman itu. Apalagi bangsa arab terkenal sebagai pedangan yang sering melakukan
perjalanan ke berbagai peradaban besar dunia seperti Syam dan Yaman.
Namun belum pernah didapat sekalipun keterangan dimana Rasulullah SAW
memerintahkan untuk mempelajari ilmu hisab ini terutama untuk penentuan awal
bulan.
Karena itu alasan yang pasti mengapa Rasulullah SAW tidak menggunakan hisab
dalam penetuan tanggal adalah karena memang ajaran Islam tidak merekomendir
penggunaan hisab untuk dijadikan penentu penanggalan.
Sebaliknya Rasulullah SAW sejak awal telah mengunakan ru`yatul hilal dan ada sekian
banyak hadits menyebutkan hal itu.Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda
”Puasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu (lebaran) dengan
melihatnya. Apabila tertutup awan, maka genapkanlah bulan sya`ban menjadi 30 hari”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda,”Satu bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kamu puasa kecuali melihat hilal. Namun bila hilal tertutup awan, maka genapkanlah menjadi 30 hari”. (HR.Bukhari)

Karena itu wajar bila semua ulama baik dizakan dahulu maupun di zaman sekarang
semuanya sepakat bahwa dalam menentukan pergantian kalender hijriyah yang berkaitan
dengan masalah jadwal ibadah seperti awal ramadhan, jatuh hari Raya Idul Fithri dan
Idul Adha serta yang lainnya adalah dengan menggunakan ru`yatul hilal.
Hikmah di balik penggunaan ru`yatul hilal tidak lain adalah bahwa agama Islam itu
mudah. Tidak memerlukan teknologi canggih untuk bisa menerapkannya. Juga tidak
membutuhkan perhitungan (hisab) yang njelimet untuk menentukannya. Bahkan seorang arab badui yang tinggal di tengah padang pasir dan jauh dari pusat peradaban
bisa sekalipun bisa melakukannya. Sebaliknya, meski sering dikatakan lebih
ilmiyah, namun metode hisab itu sendiri juga penuh dengan perbedaan. Karena ada
banyak cara atau metode penghitungan yang dikenal. Selain itu juga ada sekian banyak
ketentuan dan sistem yang dipakai oleh masing-masing pelaku hisab. Walhasil, meski
menggunakan ilmu hitung yang paling modern sekalipun, hasilnya tidak selalu sama.
Sehingga bila kita menelusuri leteratur fiqih baik klasik maupun modern, maka kita
hampir tidak mendapati metode hisab dalam penentuan tanggal hijriyah.
Kalaupun hisab itu akan digunakan, maka sifatnya hanya sebagai pengiring atau
pemberi informasi umum tentang dugaan posisi hilal, namun bukan sebagai eksekutor
dimana hanya dengan hisab lalu belum apaapa sudah dipastikan jatuh awal Ramadhan.
Ini jelas tidak bisa diterima dalam Fiqih Islam. Sema orang yang pernah belajar fiqih
apalagi di universitas Islam, pasti tahu hal itu.
Karena itu aneh kiranya bila jabatan Menteri Agama dipegang oleh seorang doktor syariah dari Universitas Ummul Quro Mekkah, tapi
kebijakannya dalam masalah penetapan awalRamadhan masih lebih bertumpu kepada hisab dan bukan ru`yatul hilal. Karena pendapat tentang keabsahan hisab dalam
penetuan awal Ramadhan dan sebagainya adalah pendapat yang asing dan tidak dikenal
dalam wilayah fiqih Islam. Wallahu A`lam Bish-Showab,

Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi WaBarakatuh.

2. Puasa Sya'ban
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Ustadz PKS yang saya hormati, saya pernah mendengar bahwa
Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan sya'ban. sebanyak apakah puasa Rasulullah
SAW di bulan sya'ban ? Bolehkah berpuasa setiap hari dibulan sya'ban ? 'Amalan apa
yang Rasulullah lakukan di bulan rajab dan sya'ban ? Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Assalamu’alikum wr. Wb. Rasulullah saw.
Memang paling banyak puasa Sunnah di bulan Sya’ban, beliau mencontohkan
langsung kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah SAW
menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam
satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit.
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: “Wahai Rasulullah saw, saya tidak
melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw
bersabda:” Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu
bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat
sedang saya dalam kondisi puasa” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)
Namun, ada hadits lain yang melarang puasa Sya’ban jika sudah masuk setengah bulan
menuju Ramadhan. Kecuali yang biasa puasa Senin Kamis. Jadi pada prinsipnya dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tapi
jangan disamakan dengan bulan Ramdhan. wallahualam

3. Puasa terus Menerus

1. Apakah ada tuntunan dari Rosul Saw mengenai berpuasa secara terus menerus
(pada siang hari)dalam rangka menuntut ilmu (di ponpes)? Dan bagaimana hukumnya
berpuasa seperti itu?
2. Begini bagaimana hukumnya membayar zakat dengan uang pemberian orang tua
yang non islam, karena saya belum berpenghasilan?

jawab:
1. Puasa terus menerus setiap hari tanpa berhenti tidak dianjurkan oleh Rasulullah
SAW. Bahkan ketika mendengar ada diantara shahabat yang ingin melakukannya, beliau
mencegahnya dan memberi alternatif untuk puasa seperti nabi Daud as. Yaitu sehari
berpuasa dan sehari tidak. Ini adalah bentuk puasa sunnah yang
maksimal boleh dikerjakan oleh seseorang untuk jangka waktu selamanya. Namun bila
hanya untuk jangka waktu tertentu seperti selama bulan Sya`ban atau bulan-bulan
lainnya, maka boleh saja. Tetapi berpuasa terus menerus seumur hidup
setiap hari, maka hal itu dilarang.Puasalah sehari dan berbukalah sehari itu
adalah puasa nabi Daud as. dan itu adalah puasa (sunnah) yang paling utama”. Aku
berkata,”Aku sanggup lebih dari itu”. Nabi SAW bersabda,”Tidak ada yang lebih utama
dari itu (puasa nabi Daud)”.
Abdullah bin Amar menceritakannya bahwa Rasululah SAW bersabda kepadanya,” ”Shalat
yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud alaihis salam, beliau tidur
setengah malam lalu bangun sepertiganya dan tidur seperenamnya. Dan puasa yang
paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud, beliau puasa sehari dan berbuka sehari.”
2. Membayar zakat fitrah adalah kewajiban setiap muslim. Karena itu anda wajib
membayar zakat itu. Namun karena orang tua anda bukan muslim, maka anda wajib
membayarkan sendiri zakat itu. Masalah bahwa uang berasal dari orang tua anda,
tidak mengapa. Karena uang itu menjadi milik anda begitu diberikannya kepada anda.
Dan anda adalah pemilik uang itu. Orang tua anda memang tidak wajib
membayar zakat buat anda. Tapi memberi uang atau nafkah adalah kewajiban orangtua
anda. Maka begitu anda punya uang, bayarkanlah zakat fitrahnya.Sedangkan zakat mal hanya diwajib dibayarkan oleh mereka yang memiliki harta atau berpenghasilan yang telah melebihi nisabnya. Bila anda belum bekerja dan tidak punya penghasilan alias masih dibiayayai, tidak ada kewajiban zakat mal dari anda.
Wallahu a`lam bis-shawab

4. Puasa Senin Kamis dan Puasa Di Hari Ulang Tahun
Saya sering puasa senin kamis, setelah saya mengaji lagi, sehingga saya mendapatkan,
nas tentang puasa Senin kamis nya nabi. Nabi puasa Senin karena hari kelahiranya,
dan Hari kamis sebagai penyerahan amalnya manusia karena besuk kita akan menuju hari
yang mulia.tolong berikan saya dasar yang jelas
untuk kita melakukan puasa Senin & Kamis. atau bukan senin kamis bagi yang lahir hari
selasa menjadi selasa kamis.

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Ketentuan tentang masyru`iyah puasa senin kamis memang di dasarkan pada hadits yang
didalamnya ada komentar Rasulullah SAW tentang manusabahnya. Yaitu pada hari senin
dan kamis diserahkan amal manusia. “Sesungguhnya amal manusia itu
diperlihatkan/dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni setiap
muslim atau setiap mukimin, kecuali metahajirin. Beliau berkata,”akhir dari
keduanya”. HR. Ahmad dengan sanad shahih.
Rasulullah SAW juga ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab,”Itu hari
kelahiranku dan diturnkan wahyu”. HR.Muslim dan Ahmad.
Meski disebutkan kaitannya dengan hari lahir Rasulullah SAW dan turunnya wahyu, namun
dalam konteks syariah, telah menjadi puasa sunnah buat seluruh umat Islam. Dan tidak
dikaitkan dengan hari lahir masing-masing. Sedangkan berpuasa pada hari kelahiran
tidak disunnahkan dalam Islam dan hadits ini tidak bisa dijadikan dalil masyru`iyahnya. Para ulama pun tidak ada yang menjadikan
hadits ini sebagai dasar dari disunnahkannya puasa di hari ulang tahun kelahiran.
Wallahu a`lam bis-shawab. Waassalamu
`alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar